Jakarta, Gatra.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi ( PUSaKO) Universitas Andalas (Unand), Feri Amsari mempertanyakan transparansi dari kerja panitia seleksi (pansel) calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid V.
Bahkan menurutnya dari awal pembentukan panitia seleksi ini sudah tidak transparan. Pembentukan pansel ini berlandaskan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 54/P Tahun 2019 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2019-2023.
"Pansel dibentuk dengan semangat ketidakterbukaan, oleh karena itu sekarang Kepresnya masih misteri," ujar Feri dalam Diskusi "Menyoal Proses Pemilihan Pimpinan KPK dan Menakar Masa Depan Pemberantasan Korupsi", di Kantor Indonesia Corruption Watch, Kalibata, Selasa (30/7).
Menurutnya, pembentukan pansel ini dari awal ditutup-tutupi. Bahkan Feri menuding, saat proses pembentukan pansel ini, Keppres yang menjadi landasan tidak ditemukan di website Kemensetneg dan tidak bisa di unduh.
Feri menuturkan, apabila kondisinya sepertiu ini, Pansel Capim KPK kemungkinan dapat digugat terlebih dahulu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sejumlah figur dalam tubuh pansel dianggap bermasalah. Namun karena ketidakterbukaan itu, sehingga tidak bisa diawasi oleh publik.
Hal senada sebelumnya juga sudah diungkapkan oleh seorang Anggota Koalisi Masyarakat Sipil, Nelson Simamora. Ia mengatakan sudah pernah melayangkan permohonan permintaan salinan Keppres Nomor 54/P Tahun 2019 tentang pembentukan Pansel Capim KPK kepada Kemensetneg. Namun Kemensetneg merespons permohonan permintaan tersebut lewat surat bernomor B123/Kemensetneg/Humas/HM.00.00/07/2019. Hasilnya, permohonan ditolak dan menyatakan Keppres pembentukan Pansel Capim KPK hanya untuk masing-masing anggota Pansel Capim KPK.