Jakarta, Gatra.com- Pada persidangan sengketa Pileg 2019, Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengkritik KPU dan Bawaslu karena merekrut pegawai untuk menjadi Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemungutan Suara Kecamatan (PPK). Pasalnya, di persidangan kerap kali ditemui saksi pemohon yang berlatar belakang sebagai mantan anggota PPS maupun PPK. Menurut Arief, secara kode etik saksi-saksi tersebut telah melanggar sumpah yang diucapkan ketika menjabat sebagai anggota dari PPS maupun PPK.
Dalam proses perekrutan anggota PPK dan PPS, KPU dan Bawaslu harus mengendepankan integritas dari calon anggota. Perekrutan calon anggota yang berintegritas harus diterapkan dari tingkat KPU nasional hingga TPS maupun di tingkat Bawaslu.
“Saya ingin katakan bahwa KPU harus hati-hati betul dalam merekrut orang untuk menjadi anggota PPS dan PPK ya. Karena pemilu itu strategis jadi dibutuhkan orang-orang yang memiliki integritas menjalankan peyelanggaraan pemilu. Kalau tidak ya sama seperti yang terjadi seperti ini,” papar Arief di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
Arief menambahkan, Negara Indonesia merupakan negara hukum Pancasila. Berdemokrasi berdasarkan ideologi Pancasila. Maknanya, Indonesia merupakan negara hukum yang disinari oleh ketuhanan. Termasuk dalam menjalankan sistem demokrasi.
Pada prinsipnya, ideologi Pancasila harus dijunjung tinggi. Arief mencontohkan, adanya kasus yang mengutak-atik suara. Memang pada prakteknya, kasus tersebut sulit dibuktikan. Oleh karena itu, seharusnya anggota PPS dan PPK harus bertanggung jawab akan tugasnya.
“Seperti MK kami ada 9 orang. Ada yang Beragama Hindu, Islam, dan Kristen. Itu dalam rangka mengambil keputusan yang disinari oleh ketuhanan. Muslim berpegang pada Alquran dan hadist, sedangkan yang Kristen itu Injil atau Bible dan yang Hindu Weda. Kami bertanggung jawab dunia akhirat,”tuturnya.
Di sela persidangan, Arief juga mengatakan alasan para hakim konstitusi memutuskan sebuah perkara di ruangan yang terletak di lantai atas Gedung MK. Hal ini menjadi simbol bahwa segala keputusan disinari oleh ketuhanan. Setelah mengatakan hal tersebut, Arief kembali berceloteh dengan mengatakan bahwa pengambilan keputusan tidak dilakukan di ruangan yang berada lantai bawah. Sebab kalau di bawah dekat dengan septitank yang tidak disinari oleh ketuhanan.
“ Ingat, kita berdemokrasi disinari ketuhanan berhukum juga gitu. Kalau semua menjalankan itu ya Indonesia paling baik di dunia,” katanya.