Jakarta, Gatra.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakankan membuat kajian mengenai kuota impor garam industri.
Kajian ini merupakan rekomendasi Majelis Komusi untuk menindaklanjuti keputusan yang memenangkan tujuh perusahaam importir garam terkait dugaan kartel garam industri (2015-2016) yang melanggar Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Senin (29/7) malam.
"Artinya memang kuota ini punya potensi untuk adanya quota rent (rente kuota) yang berpotensi menimbulkan supernormal profit (keuntungan yang tidak wajar)," terang Komisioner KPPU, Guntur Syahputra Saragih pada kepada awak media usai di Jakarta, Selasa (30/7).
Baca Juga: KPPU: Tujuh Importir Garam Tak Terbukti Lakukan Kartel
Berdasarkan keputusan Majelis Komisi, satu dari tujuh unsur pelanggaran pasal tersebut tidak terbukti telah mempengaruhi harga secara tidak wajar.
"Penilaian tadi kenaikan harga masih dianggap [bawah] batas karena harus memasukkan juga faktor imflasi dalam analisis. Jadi beberapa kenaikan dianggap tidak signifikan," tuturnya.
Kuasa Hukum salah satu perusahaan terlapor yakni PT Susanti Megah, Sutrisno menegaskan bahwa kliennya tidak menentukan kuota bersama importir lainnya secara mandiri, melainkan diberikan oleh pemerintah.
Baca Juga: Tak Terbukti Kartel Garam, Kuasa Hukum Apresiasi KPPU
"Ini adalah public kartel, jadi kartel yg difasilitasi oleh pemerintah itu enggak bisa dituntut," ungkapnya. Dia menjelaskan, kuota impor ditentukan melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas) antara pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian dan para pengusaha.
"Saat mengajukan izin impor, perusahaan-perusahaan ini harus melampirkan berapa besarnya kebutuhan konsumen," katanya. Oleh karena itu, Sutrisno menjamin tidak ada garam industri yang bocor ke pasar garam konsumsi rumah tangga.