Demak, Gatra.com - Ada kesan yang sangat tak mengenakan hati bagi seorang Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, tatkala sedang melakukan kunjungan kerja daerah. Dia mengaku paling jengkel saat menyinggahi daerah-daerah sepanjang pantai utara (pantura).
Padahal, daerah pantura Jawa Tengah merupakan basis utama penghasil ikan ,seperti Brebes,Tegal, Pekalongan, Semarang, Demak, dan Rembang.
"Saya itu paling jengkel kalau kunjungan kerja ke daerah pantura, kenapa ? karena masih banyak cantrang," ucap Susi, dihadapan para nelayan Desa Betahlawang, Kabupaten Demak, Senin (29/7).
Cantrang, menurut Susi, menjadi persoalan yang sangat penting dalam hal restocking persediaan hasil laut. Ikan-ikan kecil termasuk rajungan yang tak seharusnya ditangkap ikut terbawa jaring trawl (cantrang).
"Itu tadi saya lihat ada masjid, namanya Masjid Rajungan. Jadi, rajungan saja bisa menghasilkan masjid, rumah, mobil. Jadi jangan diambil yang bertelur," kata Susi.
Susi menilai, masih ada nelayan yang menggunakan cantrang jenis jaring Arab atau mini-trawl dalam menangkap ikan di laut. Terutama pada kapal-kapal kecil nelayan yang melaut diperairan dangkal. Akibatnya, ekosistem biota laut terganggu karena tidak seimbang dan akhirnya ekosistem turut rusak pula.
"Cari ikan itu tak harus pakai jaring Arab, bukan melarang cari makan, tapi yang dilarang alatnya, yang menghabiskan ikan dan udang kecil-kecil," katanya.
Alasan lain yang membuat jengkel dirinya, yakni mulai hilangnya kawasan hutan bakau di sepanjang pantura. Sabuk pantai di Pantura sudah tidak terlihat hijau oleh hutan bakau atau mangrove.
Dia mengimbau masyarakat untuk tidak menebang hutan bakau saat membuka lahan tambak atau untuk keperluan lainnya. Kata Susi, bakau yang tidak dijaga dengan baik akan mendatangkan malapetaka. Dia lalu mengutarakan sebuah pepatah lama yang berbunyi 'kesandung bakau mati'.
"Bakau jangan dirusak atau diambil, itu akarnya tempat udang dan ikan bertelur. Kalau diambil, kemana ikan bertelur, habislah. Bakau juga jangan dipotong, nanti malaria dan demam berdarah nyerang warga, itulah maknanya kalau 'kesandung' bakau mati, ya kena malaria dan ikan hilang," tuturnya.
Pemilik maskapai penerbangan perintis Susi Air itu juga mengungkap kejengkelan lainnya. Terutama masalah kebersihan laut dan lingkungan perkampungan nelayan yang ada di Pantura. Masih banyak sampah plastik dan kurang sadar bahaya membuang sampah ke laut.
"Sekarang belum terasa, tebar jaring masih 80 persen ikan dan 20 persen pasti sampah plastik. Tapi nanti tahun depan bisa jadi kebalikan, jaringnya 80 persen dapat plastik," ucapnya.
Dia meminta masyarakat sekitar Pantura, terutama di Desa Betahwalang untuk mulai sadar ikut mengambil sampah plastik jika terlihat di laut atau kanal yang menuju laut.
"Saya senang datang ke sini, meski ada beberapa sampah plastik, tolong diambil ya, kalau nanti masih ada plastik saya emoh datang lagi ke sini," seloroh Susi, disambut tepuk tangan nelayan.
Pada kesempatan itu Susi ikut dalam acara Nguri-Nguri Budaya Sedekah Laut warga kampung nelayan Desa Betahwalang, dengan menikmati bersama sajian tumpengan yang diarak ke tengah laut. Selain itu juga ikut menebar benih ribuan bibit restocking seperti kepiting 10.000 ekor, rajungan 30.000 ekor, udang Windu 100.000 ekor dan benih perikanan lainnya.