Jakarta, Gatra.com - Pemerintah semakin meningkatkan layanan perlindungan terhadap korban kekerasan baik perempuan dan anak. Salah satunya melalui pembentukan Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Dalam dua tahun terakhir, beberapa wilayah di Indonesia sudah memfungsikan UPTD PPA dengan baik. Prestasi ini diapresiasi oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA).
“Apresiasi ini kami berikan kepada UPTD PPA di 5 Provinsi dan 5 Kabupaten/Kota yang sudah menyelanggarakan layanan tersebut dengan berprinsip pada pelayanan publik yang terbaik. Wilayah-wilayah tersebut mampu memberikan pelayanan bagi korban, memberikan hak katas keadilan, kebenaran dan pemulihan terhadap korban,” terang Sekretaris KPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu di kantor KPPPA, Jakarta Pusat, Senin (29/7).
Adapaun, 10 UPTD APP yang mendapat penghargaan antara lain Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi Jambi, Provinsi Sumtera Barat, Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta), Kota Surakarta (Jawa Tengah), Kota Balikpapan (Kalimantan Timur), Kota Bandung (Jawa Barat) dan Kabupaten Sidoarjo (Jawa Timur).
“Sekali lagi, dalam kesempatan ini, kami mau mengingatkan kepada semua orang, bahwa melakukan kekerasan itu haram, tidak boleh dilakukan. Untuk para korban yang mendapat kekerasan, bisa segera melaporkan ke UPTD di wilayahnya. Kami mendorong setiap orang bisa menjadi pelopor dan pelapor dalam partisipasi masyarakat untuk mencegah tindak kekerasan,” imbaunya.
Pribudiarta menyebutkan, UPTD PAA ini merupakan upaya untuk mengimplementasikan penyusunan RPJMN 2020-2024 yang paling tidak mencakup 3 sistem nasional sebagai berikut.
1. Sistem terkait perlindungan sosial perempuan dan anak yang harus berjalan dengan baik, secara ekonomi maupun sarana prasarananya. Mereka harus mendapatkan akses untuk itu.
2. Sistem penegakan hukumnya. KPPPA mendorong agar sistem peradilan anak bisa berjalan dengan maksimal. Sementara ini juga sedang dibahas di DPR mengenai RUU penghapusan kekerasan seksual.
3. Perubahan perilaku sosial masyarakat terkait kebudayaan masyarakat untuk ikut serta melindungi perempuan dan anak dari kekerasan. Masyarakat tidak boleh mengabaikan tindak kekerasan di sekitar mereka.