Jakarta, Gatra.com - Evaluasi anggota Polri yang memegang senjata api (Senpi) kembali dipertanyakan menyusul insiden berdarah di Polsek Cimanggis beberapa waktu lalu. Brigadir RT, nekat menembak rekan polisinya, Bripka RE setelah terlibat cekcok.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, tidak ada yang salah dalam evaluasi anggota Polri pemegang senpi. Evaluasi senpi dilakukan setiap enam bulan sekali dan untuk anggota dilakukan setahun sekali.
"Kalau senpi setiap semester memang ada (pemeriksaan). Senpi kan ada suratnya, itu setahun sekali anggota polri yang berhak memegang senpi, dievaluasi tes kejiwaannya kemudian tes penggunaan senpinya," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/7).
Baca Juga: Kondisi Kejiwaan Brigadir RT Bakal Terungkap Pekan Depan
Dalam proses evaluasi jika ditemukan anggota yang tidak memenuhi syarat atau gagal dalam tes maka surat izin memegang senpinya tidak diperpanjang. Jalannya evaluasi juga terbilang panjang, mulai dari administrasi, kesehatan hingga psikologis.
Adapun regulasi pemegang senpi, lanjut Dedi, sudah diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senpi.
Baca Juga: Polisi Tembak Polisi, IPW: Budaya Arogansi Masih Kental
"Setelah dinyatakan memenuhi syarat, yang bersangkutan latihan dulu memegang senpi, baru dievaluasi atasannya. Setelah atasan menyatakan layak baru dibekali senpi. Tiap tiap komandan kesatuan memiliki kebijakan sendiri harus ketat memang," ujarnya.
Brigadir RT, tersangka penembakan Bripka RE kini tengah menjalani serangkaian tes kesehatan dan kejiwaan di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Tes ini untuk mengetahui kondisi tubuh dan psikis tersangka.
Baca Juga: Brigadir RT yang Tembak Polisi Dikenai Pidana dan Pecat
"Jadi, ketika sudah ditetapkan tersangka kepada siapapun ada pemeriksaan psikologis yg harus dilakukan atau ditempuh. Dalam rangka meyakinkan bahwa kondisi yang bersangkutan dari sisi psikis dan kesehatan terganggu atau tidak," kata jendral bintang satu ini.
Dedi menambahkan, apabila kondisi psikis dan kesehatan tersangka terbukti terganggu, tersangka bakal mendalami tes tahap berikutnya. Adapun hasil tes psikologi tersebut bakal keluar 14 hari sejak tes dilakukan.
Dedi mengklaim hasil tes dan observasi itu akan menggambarkan kondisi Brigadir RT secara komprehensif. Tes itu juga sering dilakukan pada beberapa kasus yang ditangani polisi, misalnya kecelakaan Cipali atau perempuan yang membawa anjing ke dalam masjid. Hasil itu, lanjutnya, bisa dipertanggungjawabkan.
"Ada tahapan mengecek psikologis seseorang. Kalau dia sesaat saja (tesnya), keluar hasilnya cuma tidak komprehensif hasilnya. Jadi ada ujian bertahap yg komprehensif, baru keluar kesimpulan ttg kondisi kejiwaan seseorang," tutup Dedi.
Dedi menambahkan, selama rangkaian tes itu berlangsung, Brigadir RT kooperatif dan mengikuti semua aturan.