Yogyakarta, Gatra.com – Rektor dua perguruan tinggi negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta menolak kebijakan Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemeristekdikti) mendatangkan rektor dan dosen asing tahun depan.
Mereka meminta ada kajian ulang atas kebijakan itu. Langkah memulangkan dosen-dosen dan profesor Indonesia di luar negeri dinilai menjadi upaya ideal untuk mengerek kampus Indonesia di peringkat dunia.
Kepada Gatra.com, Senin (29/7), Rektor UGM Panut Mulyono mempertanyakan tujuan kebijakan Kemeristekdikti itu. “Jika hanya ingin memajukan dan meraih peringkat lebih baik, mengganti pimpinan perguruan tinggi dengan rektor asing bukan langkah tepat,” katanya.
Pasalnya reputasi beberapa kampus di Indonesia saat ini sudah diakui dunia, termasuk UGM, lewat berbagai kerjasama penelitian dengan dosen dan profesor dari universitas terkemuka di dunia.
Baca Juga: Dua Aplikasi Kesehatan UGM Raih Penghargaan di Malaysia
Ia mengatakan seharusnya Kemenristekdikti memprioritaskan penyediaan dana atau anggaran penelitian serta kerjasama agar kampus Indonesia cepat meraih pengakuan dan peringkat di internasional.
“Anda bisa lihat, perguruan-perguruan tinggi dunia yang memiliki nama karena memiliki anggaran besar dari negara untuk melakukan riset dan penelitian sehingga bisa memenuhi jurnal-jurnal akademik terkenal,” jelasnya.
Dibanding melakukan 'impor' rektor atau dosen asing yang dapat menimbulkan kesejangan pendapatan, Panut mengusulkan pemerintah memprioritaskan pemulangan dosen dan profesor Indonesia yang saat ini mengajar di luar negeri.
Baca Juga: Jathilan Dies Natalis ke-55 UNY Raih Rekor Muri
Menurut Panut, mereka enggan pulang karena rendahnya pendapatan dibanding di mancanegara. Kondisi ini seharusnya menjadi menjadi perhatian pemerintah. Dengan pendapatan yang hampir sama di negara tempat mereka bekerja sekarang, Panut yakin para diaspora itu tertarik pulang.
“Banyak keuntungan memulangkan diaspora. Selain pengalaman dan jaringan, saya kira akan lebih mudah memetakan permasalahan apa yang ada di perguruan tinggi sekarang dan cepat menemukan solusinya,” ujar Panut.
Dihubungi terpisah, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sependapat dengan Panut. Baginya kehadiran rektor dan dosen asing belum tentu segera melejitkan suatu universitas ke peringkat dunia.
“Melakukan percepatan peringkat itu tidak semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan peningkatan kualitas dari para dosen dan profesor agar mampu bersaing,” ujarnya.
Karena itu, memperbanyak kerjasama dengan berbagai kampus di luar negeri bisa jadi langkah tercepat. Selain menghasilkan riset bersama yang diakui dunia, kerjasama ini juga menambah jaringan.