Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggill Direktur Teknik PT Daya Radar Utama (DRU), Mohammad Affandi dalam kasus Pengadaan Kapal Patroli di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ia akan diperiksa untuk bosnya sendiri yang merupakan tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur Utama PT Daya Radar Utama (DRU), Amir Gunawan (AMG).
"Yang bersangkutan akan diperiksa untuk tersangka AMG (Amir Gunawan)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (29/7).
Dalam kasus ini, Amir Gunawan (AMG) ditetapkan KPK sebagai tersangka terkait dalam korupsi dalam pengadaan 16 unit Kapal Patroli Cepat (Fast Patrol Boat) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2013-2015.
Selain Amir juga ditersangkakan Pejabat Pembuat Komitmen, Istadi Prahastanto dan Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto (HSU).
Kasusnya, 16 kapal patroli cepat patroli itu tidak sesuai ketentuan dan sertifikasi dual-class seperti yang dipersyaratkan di kontrak. Bahkan dalam uji coba kecepatan tidak dapat mencapai kecepatan seperti yang dijanjikan. Meskipun mengetahui hal itu, KPK tuding pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran terhadap 16 kapal tersebut.
KPK menduga selama proses pengadaan IPR selaku PPK, bersama-sama telah menerima 7.000 Euro sebagai Sole Agent Mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat, kata Saut Situmorang, dalam konferensi pers, Jumat (17/5).
Dugaannya, negara mengalami kerugian hingga Rp117 miliar dalam proyek pengadaan kapal patroli cepat ini.
Selain itu, Amir juga tersangka dalam kasus pembangunan 4 unit kapal 60 meter untuk Sistem Kapal Inspeksi Perikanan Indonesia (SKIPI) pada Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Tahun Anggaran 2012-2016.
Dalam kasus ini KPK tetapkan dua tersangka, yakni Pejabat Pembuat Komitmen, Aris Rustandi (ARS) dan Amir Gunawan selaku Dirut PT DRU.
Empat kapal SKIPI ini juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang disyaratkan dan dibutuhkan. KPK mengidentifikasi ada sejumlah kejanggalan diantaranya kecepatannya yang tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium, dan kekurangan perlengkapan kapal lainnya.
Perhitungan KPK, negara mengalami kerugian dalam pengadaan 4 Unit Kapal SKIPI ini mencapai Rp61 miliar.
Aris Rustandi selaku PPK adalah orang menandatangani kontrak pekerjaan pembangunan SKIPI Tahap I dengan nilai kontrak US$ 58 juta dengan PT DRU. Setelah pembangun kapal SKIPI rampung, Aris membayar seluruh termin pembayaran kepada PT. DRU senilai Rp744 miliar. Padahal menurut KPK biaya pembangunan 4 unit kapal SKIPI hanya Rp446 miliar.
Atas perbuatannya, keempat tersangka ini diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.