Jakarta, Gatra.com - Tafsir UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang terlalu luas oleh penegak hukum dinilai menjadi ganjalan bagi pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menjalankan tugas dan fungsinya. Salah satunya terkait kerugian negara yang dialami BUMN.
Pakar hukum bisnis, Ary Zulfikar mengatakan dengan kondisi seperti itu seleuruh pimpinan BUMN terancam dan berpotensi terjerat kasus hukum.
“Tafsir yang sangat luas dari pasal-pasal di UU Tipikor yang menyebabkan banyak direksi BUMN terjebak dalam kasus Tipikor, karena tafsir UU Tipikor memang merupakan wilayah tafsir dari para aparat penegak hukum,” ujar Ary dalam keterangan pers di Jakarta, Senin (29/7).
Tidak sedikit penegak hukum yang mengaitkan BUMN dan anak perusahaan BUMN masuk dalam kekayaan negara. Sehingga jika BUMN mengalami kerugian dalam menjalankan bisnisnya dianggap sebagai kerugian negara.
“Di sisi lain ketika ada utang dan kewajiban BUMN atau anak perusahaan BUMN, tidak pernah dijadikan sebagai utang/kewajiban negara maupun pemerintah,” jelas dia.
Doktor Hukum Bisnis lulusan Univeristas Padjajaran ini menambahkan jika negara hanya sebagai pemilik saham di BUMN, maka apa yang dikerjakan direksi BUMN dibingkai dalam UU Perseroan Terbatas. Kerugian yang ditimbulkan dipertanggungjawabkan secara perdata.
“Jika Direksi BUMN telah menjalankan tugas dan fungsinya dengan itikad baik, dan menjalankan good corporate governance sesuai dengan fiduciary duty sebagai direksi, maka yang bersangkutan tidak bisa dikriminalkan,” jelasnya.