Jakarta, Gatra.com - Ketua Tim Panita Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK), Yenti Garnasih, menjawab kritikan berbagai pihak soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Capim KPK.
Pasalnya, beberapa calon yang ikut mendaftar belum menyerahkan LHKPN. Pun kalau ada, LHKPN tersebut kadaluwarsa alias belum di update tahun terkini.
Menurut Yenti, tidak jadi masalah kalau ada Capim KPK yang belum menyertakan LHKPN-nya. Sebab itu tidak melanggar UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di Pasal 29 huruf K berbunyi "Untuk diangkat sebagai pimpinan KPK harus mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku."
"Sehingga terjemahan kita adalah bahwa dalam syarat administrasi adalah memberikan surat pernyataan apabila diangkat bersedia untuk melaporkan LHKPN nya, tidak merangkap jabatan, meninggalkan pekerjaan asalnya," jelas Yenti pada wartawan di Pusdiklat Kemensetneg, Jalan Gaharu, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu (28/7).
Baca Juga: ICW Berikan Tiga Catatan Buruk Kinerja Pansel Capim KPK
Yenti mengatakan, apabila sejak awal diperlukan untuk melaporkan LHKPN sebagai syarat resikonya adalah akan sedikit peserta khususnya di kalangan mwsyarakat sipil yang ingin menyalonkan diri sebagai pimpinan lembaga antirasuah ini. "Nanti kalau sejak awal begini malah nggak ada yang daftar gimana," katanya.
"LHKPN kan tidak wajib. Swasta, masyarakat, tidak punya kewajiban LHKPN. Jadi banyak hal yang harus kita pikirkan dalam bagaimana menterjemahkan keinginan undang-undang," tegas Yenti.
Baca Juga: Pelaporan LHKPN Capim Setelah Pengangkatan Sesuai UU KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan kinerja panitia seleksi (Pansel) yang meloloskan sejumlah peserta calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) periode 2019-2023. Pertama, ketidakcermatan Pansel, khususnya dalam seleksi administrasi.
Hal ini bisa dilihat pada pelaporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Meski telat melaporkan, Pansel tetap meloloskan peserta tersebut.
"Harusnya ini dijadikan salah satu penilaian dari sisi administrasi, karena bagaimanapun kepatuhan melaporkan LHKPN menjadi salah satu indikator dari integritas pejabat publik," tegas peneliti ICW, Kurnia Ramadhana saat dihubungi wartawan, Jumat (12/7).
Baca Juga: Berkaca pada Kasus Setnov, Perlu Perbaikan Struktural Lapas
Selain administrasi, ICW juga menyoroti peserta seleksi yang pernah tersandung persoalan masa lalu. Pansel, lanjut Kurnia, harusnya bisa melihat rekam jejak semua peserta, apakah memiliki catatan hukum atau dugaan pelanggaran etik.
"Jangan sampai jika ada figur yang pernah diduga melanggar etik justru terlewat dan malah diloloskan oleh pansel," tambahnya.