Jakarta, Gatra.com - Stigma terhadap penyakit menular hepatitis cukup mengganggu hubungan sosial para pasiennya sampai ke taraf pernikahan. Banyak pasangan setelah di vonis terpaksa membatalkan pernikahan karena pertimbangan menularkan virus tersebut.
“Ada pasien saya yang datang dengan hepatitis B positif. Setelah ketahuan hepatitis akhirnya batal menikah dengan menanggung kerugian secara material dan sosial. Padahal, kalau ketahuan hepatitis kan bisa diobati dan dicegah untuk kerusakan lebih lanjut,” kata Presiden Asian Pasific Association for the Study of the Liver (APASL), Dr. dr. Rino A Gani, SpPD, KGEH saat diskusi Hari Hepatitis Sedunia di Hotel Pullman Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (28/7).
Apabila salah satu pasangan ada yang mengidap hepatitis harusnya melakukan vaksin untuk menghindari penularan. Saat ini, kata dia, wilayah DKI sudah mewajibkan pasangan yang ingin menikah untuk melakukan skrining dan vaksin hepatitis.
Demi berlangsungnya dukungan moril terhadap para pasien hepatitis, awal tahun 2019 ini, ASAPL juga mencanangkan gerakan no discrimination untuk pengidap hepatitis.
Rino menambahkan, hepatitis dalam kategori berat seperti B dan C hanya bisa ditularkan lewat darah. Semakin cepat ditemukan, maka upaya untuk mengobati juga semakin baik.
“Kalau mau menikah, siap-siap vaksin saja pasangannya supaya tidak tertular hepatitis. Sementara itu, setelah tahun 1997, pemerintah pun sudah mewajibkan semua bayi yang lahir untuk diberikan vaksin hepatitis B demi upaya pencegahan hepatitis B,” kata Rino.