Jakarta, Gatra.com - Indonesia Food Watch (IFW) menilai langkah Polda Aceh menyetujui Tgk Munirwan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak lanjut terkait benih padi IF8 merupakan langkah tepat. Namun polisi harus mengusut tuntas dan menyeret semua pihak yang terlibat.
"Kasus ini diusung hingga tuntas hingga ujung pangkalnya. Usut dan periksa sumber benih padi IF8 itu," kata Pri Menix Dey, Koordinator Nasional IFW, dalam keterangan terkait, Sabtu (27/7).
Dengan menyerahkan, memproduksi, dan mengedarkan benih padi unggul dapat menghasilkan tinggi namun tidak memiliki label dan serifikat alias tanpa proses pelepasan merupakan kegiatan yang dapat dihindari.
Menurutnya, pihak Kepolisian harus melakukan langkah yang sesuai dengan peraturan pengadilan atau aturan karena penggunaan benih tidak berlabel ini benar-benar berbahaya, tidak hanya pada tanaman padi, namun demikian luasnya untuk pembangunan pertanian.
"Benih padi ini disusun dan penemunya anggota Asosiasi Bank dan Benih Tani Indonesia [AB2TI]. Itu AB2TI kan kelompok binaan diketuai Prof. Dwi Andreas Santosa," ungkap Pri.
Berangkat dari masalah ini, Beri penilaian atas fakta yang mendukung sebagian dari tahun lalu yang gagal karena memang menuntut pengamat pertanian, yang disediakan pengusaha benih. Anehnya lagi diindikasikan benih tidak disetujui dan tidak berlabel.
"Ini peredaran benih padi IF8 bisa bermasalah hukum. Aparat kepolisian bisa usut tuntas mulai dari hulu hingga keakar-akarnya. Sekali lagi, periksa sumber yang bisa dicari, sumber benihnya IF8 yang diprakarsai anggota AB2TI," katanya.
Sementara itu, Pakar Perbenihan sementara Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PVTPP) Kementerian Pertanian (Kementan), Prof. Erizal Jamal, membahas, dalam mengedarkan benih padi tidak boleh main-main atau sembarangan. Pasalnya, benih merupakan fondasi pertanian yang diatur ketat oleh aturan utama.
"Ingat, benih itu sumber teknologi khusus yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas. Peredaran benih tanpa pelepasan risiko bisa membahayakan petani dan bunga yang tersebarnya varietas yang rentan hama penyakit secara massal dan luas bisa dapat ditingkatkan.
Erizal menyebutkan banyak negara yang memikirkan negatif dari pengedaran benih sembarangan tersebut yakni kesulitan mengatasi wabah hama dan penyakit tanaman yang bisa menghancurkan pangan.
Untuk itu, lanjut Erizal, perlu penanganan yang cermat terhadap kasus peredaran benih IF8. Semua pihak harus menyetujui aturan yang ada dan meminta para petani mengusahakannya dari kerugian yang tidak perlu terjadi.
"Contoh beredarnya wabah hama ulat greyak atau spodoptera yang menyerang tanaman pangan pokok di Zambia, Zimbabwe, Afrika Selatan, Ghana, bahkan Malawi, Mozambik, dan Namibia yang dikirimkan oleh David Phiri, Koordinator Sub-regional untuk Wilayah Afrika Selatan FAO pada tanggal 18 Februari 2017," ungkapnya.
Erizal mengatakan, pihaknya mengimbau para petani agar membeli benih unggul, jangan tergiur iming-iming yang tidak jelas dari benih yang belum dilepas secara resmi. Peraturan seperti Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pelepasan.
"Kami imbau juga untuk para petani pemulia tanaman, untuk segera menerima proses pelepasan varietas benihnya ke PVTPP secara online, kami juga siap melayani dan menyediakan meja untuk konsultasi langsung," katanya.
Lebih lanjut Erizal mengutip, di Indonesia Ada banyak varietas padi unggul baru sudah dilepas dengan potensi produktivitas tinggi. Misalnya Inpari 30 sebesar 9,6 ton per hektare (ha), Inpari 42 sebesar 10,6 ton per ha, IPB-4S sebesar 10,5 ton per ha, IPB-3S sebesar 13,4 ton per ha, Inpago 12 Agritan sebesar 10,2 ton per ha, Mustajab Agritan sebesar 10,86 ton per ha, Pamelen sebesar 11,91 ton per ha, dan Cakra Buana Agritan sebesar 10,2 ton per ha.
"Kemudian benih padi Pajajaran Agritan 11,0 produktivitasnya ton per hektar dan Siliwangi Agritan sebesar 10,7 ton per hektare dan berbagai jenis lainnya," kata Erizal.
Sebelumnya, hal yang sama diungkapnya Pakar perbenihan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Abdul Qadir. Dia mengatakan, menghasilkan varietas unggul. Meningkatkan produktivitas dan dapat membantu petani mewakili kegiatan mulia demi meningkatkan kesejahteraan petani.
Namun demikian, lanjut Qadir, diminta tidak mengikuti aturan yang berlaku, kegiatan mulia tersebut sudah dikategorikan sebagai kegiatan ganti aturan, termasuk dalam hal peredaran benih padi varietas IF8.
"Kenapa demikian Kegiatan pelepasan varietas tanaman, produksi dan peredaran benih tanaman harus dibahas mengenai aturan perundangan yang berlaku," katanya.
Pakar dari Divisi Perbenihan, Fakultas Pertanian, IPB ini menjelaskan beberapa aturan perundangan yang masih menjadi tambahan dalam produksi benih dan peredaran benih dari varietas unggul tanaman pertanian yaitu UU No 12 Tahun 1992 dan Permentan No 40 Tahun 2017 serta Permentan No 12 Tahun 2018 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Tanaman.
Karena itu, sambung Abdul Qadir, keberadaan benih dari suatu varietas unggul padi yang terkait luas tanpa adanya sertifikat serta label yang menunjukkan kelas mutu benih yang mati, maka perlu disediakan kacamata aturan-aturan yang ada.
"Yang pertama terkait dengan aturan apakah varietas unggul ini sudah melalui proses aturan yang berlaku dalam pelepasan varietasnya," katanya.
"Kedua adalah produksi benih dan peredarannya sudah sesuai aturan yang telah ditentukan terkait dengan persyaratan benih yang diedarkan harus jelas identitas melalui proses sertifikasi," katanya.
Perlu diketahui, selama ini Prof. Dwi Andreas termasuk pengamat yang selalu mengkritisi berbagai hal tentang pangan dan pertanian. Namun di balik itu juga mendapat proyek. Pada tahun 2017 AB2TI yang dipimpin Prof. Dwi Andreas pernah bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Padi Kementerian Pertanian (BB Padi Kementan).
Pekerjaan yang sama tersebut dikeluarkan BB Padi karena gagal AB2TI tidak menyelesaikan prosedur dan kaidah standar pelepasan varietas. Dengan demikian, proyeknya gagal.
Dalam kasus ini, Polda Aceh menetapkan Tgk Munirwan, keuchik Meunasah Rayeuk Kecamatan Nisam, Aceh Utara. Dia menetapkan sebagai tersangka melaporkan dugaan pengadilan memproduksi, mengerakan, dan memperdagangkan lisensi komersial pada IF8 yang belum dilepas varietasnya dan belum disertifikasi (berlabel).
Polisi telah menahan Munirwan. Penetapan tersangka ini berawal dari laporan Pemerintah Aceh melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan untuk pihak kepolisian.