Jakarta, Gatra.com - Ada suasana berbeda ketika para Musisi berkumpul di kawasan Benda Atas, Jakarta Selatan pada Jumat (26/07) malam. Kikan Namara eks Cokelat, Imela Kei Ten2Five, Alga The Panasdalam dan musisi lain berkumpul tak hanya untuk bermusik namun juga untuk bersama-sama mengaji.
Tak seperti pada umumnya konser musik, namun juga tak seperti pengajian pada umumnya. Forum berlangsung dengan asyik, akrab namun juga penuh pemaknaan spiritual. Misalkan ketika Kikan Namara menyanyikan lagu-lagunya namun diawali dengan pemaknaan spiritual di tiap awal lagu, sesekali ia juga menyanyikan lagu religi gubahan Taufik Ismail dan Almarhum Chrisye berjudul "Ketika Tangan dan Kaki Berkata".
Sementara dalam kajiannya, dihadirkan Budayawan Ngatawi Al Zastrouw dan Komika Sakdiyah Ma'ruf, dalam obrolan yang hangat yang membincangkan fenomena keberagamaan masyarakat dewasa ini yang menurut mereka terlalu kaku.
Para musisi ini, berkumpul dalam sebuah wadah bernama Komunitas Musisi Mengaji (Komuji) Jakarta yang diketuai oleh Kikan Namara. Kepada Gatra.com, Kikan menceritakan cerita awal latarbelakang terbentuknya Komuji 7 tahun lalu.
"Komuji dibuat 7 tahun lalu di Bandung dengan kekhawatiran akan maraknya musisi yang mengharamkan dan meinggalkan musik, kami punya pemahaman berbeda atas hadits tersebut yang mengatakan musik haram, kita ingin di Komuji bisa tetap main musik dan beribadah menjalankan syariat," ujar eks vokalis band Cokelat ini.
Dengan latar belakang awal sebagai wadah alternatif bagi musisi untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya sembari bermusik, Kikan menyebut kini Komuji telah berkembang menjadi platform yang ingin membiasakan anak muda biasa menerima perbadaan dan membuka ruang dialog.
"Sekarang tujuannya lebih jauh dari awal terbentuk, kami ingin anak muda yang ghirah agamanya naik yang sebenarnya hal positif, mereka mau melebarkan parameter kebenaran, setelah ada proses dialog, mendengar kajian dari narasumber yang berbeda-beda, pelan-pelan bisa fleksibel dan menerima perbedaan, prinsip kami disini menjunjung toleransi dan tidak merasa benar sendiri," papar Kikan.
Kajian Komuji yang berlangsung pada Jumat (26/7) malam merupakan kajian yang kelima, dimana dalam tiap pertemuan topik-topik yang dibahas adalah terkait kebutuhan spiritual anak muda perkotaan dan muslim urban.
"Kita jujur aja tema sebenarnya bebas, semua tema bisa jadi tema kajian, karena segmentasinya anak muda, kita nyari tema yang relatable dengan anak muda perkotaan dan muslim urban, yang sehari-harinya stress macet di jalan, mengejar karir, kita jadikan ini oase spiritual, Insya Allah," ujar Kikan.
Secara pribadi, Kikan merasa mendapat banyak pencerahan berupa perspektif baru dalam beragama dari kajian-kajian yang diadakan Komuji dari banyak ustaz dan narasumber yang kredibel secara keilmuan dari berbagai latar belakang.
Kikan mengaku tak ingin berhenti mencari dan mematok harus berhenti di titik balik tertentu dalam belajar Agama, karena menurutnya belajar agama merupakan pencarian tanpa henti.
"Saya adalah orang yang percaya bahwa proses pencarian tidak akan berhenti di satu titik, oke saya disini aja, engga, karena kita dikasih dikasih tools otak untuk terus berpikir. Jadi saya tidak akan pernah selesai dengan pencarian ini, dan menurut saya kita harus terus bertanya itu menjadi penting, dan tidak mencari jawaban hanya dari satu sumber," pungkas Kikan.