Jakarta, Gatra.com - PT. Garuda Indonesia secara resmi mengumumkan penyajian kembali laporan keuangan (restatement) tahun buku 2018 setelah laporan sebelumnya menuai permasalahan karena dianggap tidak sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Restatement itu juga sesuai dengan perintah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketua Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), Tarko Sunaryo menyebutkan Garuda memang seharusnya menyajikan kembali laporan keuangan (lapkeu) 2018.
"Itu kan perintah dari OJK untuk melakukan penyajian kembali LK 2018 dan OJK punya memiliki wewenang untuk memberikan perintah tersebut," ujar Tarko dalam keterangan yang diterima, Sabtu (27/7).
Restatement laporan keuangan Garuda Indonesia tahun buku 2018 dinilai langkah terbaik meski mencatatkan kerugian sebesar US$175 juta. Restatment tersebut sebagai bentuk kepatuhan Garuda Indonesia atas arahan yang diberikan oleh pemerintah melalui OJK dan kepatuhan atas standard akuntansi yang ada.
“Langkah ini juga merupakan bentuk keterbukaan informasi publik yang harus dijunjung tinggi perusahaan,” jelas Tarko.
Baca juga: Garuda Akui Laba Kuartal I dari Kontribusi Harga Tiket
Maskapai penerbangan plat merah ini diminta melakukan penyajian kembali lapkeu tahun buku 2018. OJK mewajibkan auditor melakukan reissue opini yang menjadi tanggung jawab auditor.
Audit atas penyajian kembali merupakan bagian dari suatu proses audit umum yang biasa dilakukan apabila ada informasi/kejadian/dokumen/fakta baru setelah laporan keuangan auditan diterbitkan, dan ini sesuai dengan Standar Audit yang ada.
Selain itu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merekomendasikan agar PT Garuda Indonesia menyajikan kembali laporan keuangan konsolidasian tahun 2018 karena adanya kesalahan penyajian atas penyajian akun pendapatan lain-lain dan piutang lain-lain.
Dalam laporan hasil pemeriksaan Kepatuhan BPK juga disebutkan terdapat indikasi ketidakmampuan Mahata melaksanakan sebagian besar lingkup pekerjaan dan membayar biaya kompensasi hak sesuai dengan batas waktu invoice, status kerjasama tidak jelas dan berpotensi tidak memiliki kekuatan hukum serta risiko operasional yang akan dihadapi dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama.
Hal ini tentunya dapat mengakibatkan kemungkinan adanya kesalahan intrepretasi fakta dan berimplikasi pada kekeliruan penerapan kebijakan akuntansi.
Secara umum sejak empat tahun terakhir, laporan keuangan Garuda Indonesia mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015, perusahaan untung US$77,9 juta dan sempat menurun menjadi US$9,3 juta di tahun 2016.
Meski demikian, tren kerugian perusahaan menurun. Pada 2017, perusahaan mengalami kerugian sebesar US$213,4 juta. Namun, kerugian ini menurun di tahun 2018 sesuai dengan laporan keuangan hasil restatement menjadi US$175 juta.