Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian
Fadjry Djufry
Harus Ada Market Intelligence
Teknologi pertanian diyakini mampu mendorong peningkatan produksi dan kualitas hasil pertanian. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan teknologi inovatif di bidang pertanian di Indonesia, Tim GatraReview mewawancarai Fadjry Djufry Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Petanian (Balitbangtan) Kementan. Wawancara berlangsung di ruang kerja Fadjry di Gedung Balitbangtang, kawasan Bogor, Jawa Barat, Senin 22 Juli 2019. Berikut petikannya :
Seperti apa tahapan yang dilakukan Balitbangtan dalam menghasilkan produk teknologi inovatif di bidang pertanian, mulai dari riset, paten hingga digunakan oleh industri?
Kita ada namanya flagship Balitbangtan atau bendera Balitbangtan. Kita riset apa yang menjadi kebutuhan. Urutannya petani, masyarakat luas, public domain, atau end user industri. Industri kita bagi lagi, eksisting atau penumbuhan (start-up). Dari sekarang kita sudah merancang. Kalau ke public domain, tak begitu menjadi persoalan karena gratis. Kita memenuhi keinginan petani kita.
Yang terpenting tujuan akhir atau outcomenya adalah bagaimana kita meningkatkan kesejahteraan petani dan bisa digunakan industri. Kita sudah rancang komersialisasi, selain untuk eksisting, Kita juga ada teknologi start-up. Ada teknologi yang eksistingnya belum mantap, tapi untuk masa depan dibutuhkan. Kita merancang riset itu apa yang menjadi kebutuhan pengguna dan indsutri kita. Kita meminimalisir penelitian yang tidak jelas outputnya.
Hingga saat ini sudah berapa banyak teknologi inovatif di bidang pertanian yang dihasilkan Balitbangtan?
Balitbangtan memiliki 600 teknologi inovatif di bidang pertanian. Dengan inovasi 600, teknologi kita sebenarnya tak kalah. Jepang produktivitas padinya di bawah 5 ton/ha. Kita ada yang (produktivitasnya) sampai 10 ton/ha. Kita sudah punya beras basmati ( beras khas Negara-negara Timur Tengah), kita kawinkan dengan beras pandan wangi (beras local). Itu jadi lebih enak dari basmati. Cita rasanya harum.
Terkait varietas padi. Bisa dicek, semua varietas dari Balitbangtan. Data saya 94% dari varietas yang ditanam di Indonesia dari Balitbangtan. Belum lagi bicara horti dan lain-lainnya banyak sekali. Kita mendorong bukan hanya hasil inovasi Balitbangtan ada di kantor-kantor dan buku, tapi ada di lapangan. Perlu waktu berapa tahun agar hasil inovasi Balitbangtan dikenal.
Selama ini untuk menghasikan sebuah produk inovasi, yang jemput bola pihak Balitbangtan atau end user?
Dua-duanya. Kita jemput bila dari awal. Mereka perlunya apa. Ada juga memang yang datang ke kita. Kalau petani kita datangi, kita jemput. Harusnya ada market intelligence. Di luar negeri 5-10 tahun sudah tahu kebutuhannya apa. Harusnya kita seperti itu juga, visi 10-20 tahun seperti apa kedepan. Kita hanya meneliti komoditi yang kita kenal. Kita belum mengenal komoditi yang kemungkinan 20 tahun kedepan. Saya yakin banyak sekali potensi besar. Saya mulai menyiapkan ini untuk melihat kebutuhan kita apa
Balitbangtan telah menghasilkan sejumlah inovasi pangan lokal, satu diantaranya tepung dari singkong yang dapat mensubstitusi tepung dari gandum. Bagaimana perkembangan inovasi pangan lokal tersebut?
Ya, namanya tepung pregel atau Mocaf baru dari singkong. Ini bisa jadi model industri. Kita akan dorong ini terus. Saya lihat produknya (tepung pregel) banyak untuk bakery (industry roti), ini menjadi modal yang baik. Kalau ada pabrik yang besar mau memproduksi tepungnya, industri kecil pasti berkembang. Kalau diproduksi skala besar, pasti (harganya) murah.