Jakarta, Gatra.com - Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Pradnyawati, menegaskan bahwa penetapan bea masuk produk biodiesel sebesar 8-18% ke Uni Eropa (UE) masih bersifat sementara dan masih berbentuk usulan.
"Masih tentatif belum definitif. Memang 6 September baru dilakukan bea masuk sementara," ungkapnya dalam Press Briefing yang dilakasanakan di Kantor Kemenag, Jakarta, Jumat (26/5).
Baca juga: Biodiesel B100 Kementan Terbukti Lebih Hemat
Pradnyawati menjelaskan bahwa usulan tersebut muncul berdasarkan hasil verifikasi kuesioner yang telah dijawab oleh pemerintan dan perusahaan Indonesia terkait penyelidikan antisubsidi biodiesel asal Indonesia.
Sebagai informasi, terdapat 9 poin tuduhan Uni Eropa terkait subsidi biodiesel asal Indonesia yaitu :
1. Dana subsidi biodiesel (Dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit/BPDPKS)
2. Penyediaan bahan baku minyak kelapa sawit secara murah (subsidi ekspor)
3. Insentif pajak secara spesifik terkait biodiesel
4. Skema pembiayaan oleh bank ekspor-impor
5. Subsidi perkebunan kelapa sawit
6. Insentif pajak perusahaan pionir
7. Fasikitas bea masuk impor
8. Fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
9. Subsidi BPDPKS kepada biofuel.
"Nantinya akan terus berproses dan kita bisa terus datang ke mereka dan menyampaikan bukti-baktu baru kepada mereka dan siapkan konklusi hingga Januari 2020 keluar determinasi [keputusan] final," terangnya.
Baca juga: Program B30 Dinilai Untungkan Pengusaha Biodiesel, Bukan Petani Sawit
Apabila Indonesia diputuskan melakukan kecurangan dagang oleh Komisi Eropa, pengenaan bea masuk tersebut akan bersifat tetap. Menurutnya, masih terbuka kemungkinan bea masuk tersebut akan dicabut, diturunkan, atau bahkan ditingkatkan.
"Kalau itu tak memuaskan kita, masih terbuka kemungkinan untuk menggungat [kepada Organisasi Perdaganagan Dunia/WTO]," katanya.