Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan tujuh orang saksi untuk kasus suap dan gratifikasi Gubernur nonaktifkan Kepulauan Riau (Kepri), Nurdin Basirun.
Pemeriksaan dilakukan di Polres Barelang, Batam, pada Jumat (26/7), hari ini. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, ketujuh saksi tersebut terdiri dari berbagai latar belakang pekerjaan.
"Ada Wali Kota Batam, Muhammad Rudi dan anggota DPRD Kepri, Iskandar. Mereka dimintai keterangan untuk merampungkan berkas Nurdin Basirun," kata Febri saat dikonfirmasi.
Selain dua nama tersebut, penyidik antirasuah juga memeriksa Kepala Seksi Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Tahmid, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Kepulauan Riau, Firdaus, Sekda Provinsi Kepri, Arif Fadilah.
"Juga terperiksa dua saksi lainnya, yakni seorang notaris bernama Bun Hai dan pihak swasta Sugiarto," tambah Febri.
KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun sebagai tersangka dalam kasus izin prinsip dan lokasi, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.
Nurdin ditetapkan tersangka bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Budi Hartono (BUH) dan seorang pihak swasta bernama Abu Bakar (ABK).
Pada tanggal 30 Mei 2019 Nurdin menerima sebesar SGD5 ribu dan Rp45 juta. Kemudian esok harinya terbit lah izin prinsip reklamasi seluas area sebesar 10,2 hektar.
Selain itu, Nurdin selaku Gubernur juga diduga menerima gratifikasi lainnya. Indikasi penerimaan gratifikasi disangkakan kepadanya berdasarkan temuan tim satgas KPK saat mengamankannya di rumah dinas Gubernur dalam bentuk bermacam valuta asing.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah membeberkan sejumlah uang gratifikasi Basirun yang telah disita KPK antara lain.
Uang dalam valuta lokal senilai Rp3.737.240.000, lalu dalam valuta asing yang terbagi atas, SGD 180.935, USD 38.553, RM 527, SAR 500, HKD 3, EUR 5.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap Nurdin, Edy dan Budi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Abu Bakar disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.