Ekonomi Singapura terimbas pelemahan perdagangan di kawasan akibat perang dagang Cina-USA. Tahun depan diperkirakan bisa kena resesi.
Seperti dikhawatirkan, pertumbuhan ekonomi Singapura pada triwulan kedua tahun ini melambat. Produk domestik bruto (PDB)-nya itu tumbuh hanya 0,1% pada kuartal dua tahun ini. Kementerian Perdagangan Singapura juga melaporkan secara tahunan ekonomi “negeri singa” anjlok 3,4%. Hal itu merupakan penurunan terbesar selama hampir tujuh tahun.
Data-data ekspor bulan Juni menujukkan ekspor non-migas turun 17,3%. Padahal, Mei lalu sudah turun 16,3 %persen. Sementara impor turun 4,8%.
Ekspor non-migas Singapura ke Cina turun 15,8% dan ke Hong Kong turun 38,2%. Sebulan sebelumnya, Mei 2019, ekspor ke Cina turun 23,3% dan Hong Kong turun 25,7%.
Sektor manufaktur utama terpukul keras, menyusut 3,8% dari tahun ke tahun, dibandingkan dengan penurunan 0,4% pada kuartal sebelumnya. Ekspor Singapura pada bulan Juni bahkan jatuh ke level terendah dalam enam tahun terakhir. Kinerja ekonomi yang memburuk memicu spekulasi negara itu akan masuk ke era resesi pada 2020. Perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan Cina dituding sebagai salah satu penyebabnya.
Faktor eksternal menjadi faktor yang sangat menentukan bagi masa depan ekonomi Singapura. Kepada Asia Times, Tan Khay Boon, akademisi di fakultas ekonomi Singapore University of Social Sciences (SUSS) mengatakan, “Ketidakpastian di lingkungan eksternal pasti akan berdampak negatif pada perekonomian Singapura.” Dia menyebut sejumlah faktor eksternal seperti penurunan kinerja manufaktur, polemik Brexit, dan potensi bergolaknya harga minyak mentah.
Perdana Menteri Lee Hsien Loong mengatakan dalam sebuah wawancara media baru-baru ini bahwa konsekuensi dari ketegangan perdagangan jangka panjang bisa lebih serius daripada dampak krisis keuangan global 2007- 2008.
Meskipun mengaku khawatir atas kontraksi ekonomi Singapura, para pejabat pemerintahan negara itu cukup yakin dengan ketahanan dan fundamental ekonomi yang kuat. Laporan tahunan MAS (Monetary Authority of Singapore) menilai, tahun ini motor pertumbuhan ada pada sektor keuangan, komunikasi, dan informasi.
“Selama sektor domestik masih dinamis untuk mendukung permintaan yang kuat, pertumbuhan masih dapat terjadi dan resesi belum terlihat,” kata Tan.
Ekonomi Singapura dipandang sebagai barometer dan penentu arah pertumbuhan ekonomi kawasan regional Asia Tenggara dan sekitarnya. Negara itu menjadi pusat perlintasan barang. Di mana barang yang melewati pelabuhannya umumnya akan berlanjut ke tujuan akhir lainnya. Jadi, jika perdagangan di Singapura lemah, bisa jadi indikator melambatnya permintaan di tempat lain. Salah satunya Cina, yang melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal terendah.
Data-data yang bermunculan di media menunjukkan perkembangan negatif di kawasan. Ekspor India pada Juni turun 9,7% dan di Korea Selatan turun 10,7% pada Mei. Ekspor Indonesia pada Juni 2019 turun 20,54% dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Thailand juga mengalami penurunan ekspor sebesar 2.1%. Sementara itu, pada semester pertama, penurunan ekpor Thailand tercatat 4,4%.
Negara kota ini seringkali menjadi korban pertama dari krisis ekonomi global, dengan riak-riak yang menyebar ke seluruh kawasan. “Singapura adalah burung kenari di tambang batu bara,” kata Song Seng Wun, seorang ekonom regional di CIMB Private Banking kepada laman ASEAN Post.
Idiom burung kenari itu diambil dari kebiasaan para penambang batu bara yang membawa burung kenari dalam sangkar ke tambang bawah tanah. Burung kenari itu berfungsi sebagai alarm alami. Jika ada gas beracun, sedikit saja, burung ini langsung mati. Dengan demikian memberikan waktu bagi penambang untuk berhamburan keluar.
Rosyid