Soe, Gatra.com - Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat menegaskan kepada para vikaris atau pendeta agar tidak hanya melayani kelompoknya saja. Sebagai militan harus melayani manusia dan alam.
“Karena itu, Bapak Ibu vikaris yang dipersiapkan di sini tidak boleh hanya melayani agamanya saja. Tetapi melayani sesame manusia tanpa membedakan suku dan agama,” kata Viktor saat menutup kegiatan Pengembangan Swadaya Masyarakat Vikaris Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) angkatan ke tiga di Pusat Pelatihan Misi Terpadu (PPMT) Soe, Timor Tengah Selatan, Kamis (25/7).
Dia menegaskan akan berupaya membantu sesuai kondisi keuangan Pemprov NTT. “Untuk konkritnya, dua hari dari sekarang kirim proposal usaha kepada saya. Saya ingin lihat orang kaya yang cinta alam dan sesama, menjadi orang kaya yang bisa berbagi,” kata Viktor menantang 96 vikaris peserta yang berasal dari 45 klasis GMIT di NTT itu.
Dalam acara ini Gubernur Laiskodat menyinggung kata militan yang juga merupakan semboyan PPMT. Semboyan militan tersebut merupakan akroim dari kata melayani, melatih dan mensejahterakan. Lebih lanjut ia menyebutkan kalau nilai-nilai militansi itu ada pada orang yang pikirannya benar, hatinya benar dan punya keberanian.
“I never stop when tired. I only stop when I am done, itu baru militan. Orang militan itu mampu berpikir di luar kotak, optimis, kerja mati-matian, peduli luar biasa, berani ambil resiko, nyawapun diberikannya untuk kepentingan publik,” sebut Viktor bersemangat dalam pelatihan yang sudah dimulai sejak tanggal 1 Juli 2019 lalu.
Secara khusus, Gubernur memuji karya pelayanan Sinode Gereja Kristus Yesus (GKY) sebagai pioner. GKY dinilainya mampu mendorong Sinode Gereja Masehi Injili Timor (GMIT) untuk juga memberi karya pelayanan yang lebih nyata. “Saya minta GKY untuk turut membantu masyarakat di Kabupaten Sabu Raijua dan Alor. Karena sejauh ini sepertinya mereka belum tersentuh GKJ,” ujarnya.
Ia meyakini kalau pemerintah dan gereja bekerja serius maka semuanya mungkin. Berkali-kali politisi Nasdem ini menyebut bangganya menjadi orang NTT, Provinsi yang disebutnya sangat kaya tetapi masuk kategori termiskin ketiga Indonesia.
“Karena itu saya harapkan dapat terus melatih tenaga-tenaga terampil seperti yang sudah ada, dengan jumlah yang lebih banyak lagi setiap tahunnya,” katanya.
Mewakil sinode masing-masing, dua orang perwakilan ikut diberikan kesempatan memberikan sambutan pada awal acara. Merek adalah Pendeta Johari Yohanis,M.Th dari sinode GKY Jakarta dan Penatua GMIT Liven Rafael.
Pendeta Johari Yohanis,M.Th menyebutkan tantangan gereja yang semakin kompleks, untuk menjalankan dua mandat ilahi. Dua mandat yang dimaksudnya adalah mandat spiritual dan sosio kultural.
“Mandat spiritual, mengajak kita untuk mampu mengenal dan dekat dengan Tuhan. Sedangkan Mandat kultural, menuntut kita untuk bertanggung jawab mengelola semua sumberdaya alam di sekitar lingkungan kita,” sebutnya seraya mengajak gereja untuk tidak terjebak pada urusan spiritual saja, gereja juga harus nyata membantu setiap persoalan sosial masyarakat.
Putra Dayak Kalimantan Timur itu juga menyebut alasan mereka membekali para calon pendeta itu. “Mereka memiliki kompetensi dan authority untuk menggerakan umat sebagai warga bangsa. Mereka diyakini memiliki pengaruh yang lebih besar untuk mempercepat upaya menumbuhkembangkan ekonomi masyarakat,” kata Pendeta Johari.
Sementara itu, Liven Rafael menyebutkan pentingnya Kemitraan. Dengan bekal berbagai ilmu dan ketrampilan yang didapat selama 25, para vikaris diharapkan mampu membangun kerjasama dengan semua lembaga sosial, terutama dengan pemerintah. “Saya minta para Vikaris dapat membangun kerja sama dengan semua mitra antaranya LSM dan pemerintah,” harapnya.