Jakarta, Gatra.com - Petugas menggiring buronan Umar Ritonga, tersangka kasus suap terhadap Pangonal Harahap selaku Bupati Labuhanbatu, ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis malam (25/7).
Tersangka Umar Ritonga digelandang ke Gedung Merah Putih setelah berhasil dicokok pascaburon sekitar 1 tahun. Dia tiba di gedung KPK sekitar pukul 23.06 WIB dikawal ketat oleh petugas lembaga antirasuah. Turun dari mobil, Umar Ritonga hanya diam tanpa kata. Sesekali melemparkan senyum saat ditanya awak media.
Kepala Bagian Pemberitaan dan publikasi KPK, Yuyuk Andriati, mengatakan, pihaknya mengejar tersangka Umar selama 1 tahun dibantu oleh Polres Labuhanbatu, Sumatera Utara (Sumut).
Baca juga: KPK Buru Buronan Umar Ritonga
"Pencarian UMR [Umar Ritonga] oleh KPK selama lebih kurang 1 tahun dibantu oleh Polri, khususnya Polres Labuhanbatu, Sumut," ujar Yuyuk.
Umar ditangkap pada Kamis pagi, pukul 07.00 WIB di rumahnya. Sebelumnya, juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan bahwa tim komisi antirasuah mendapatkan informasi bahwa yang bersangkutan sedang berada di rumahnya. Tim langsung bergerak dibantu Polres Labuhanbatu.
"Pihak keluarga bersama lurah setempat juga kooperatif menyerahkan UMR untuk proses lebih lanjut. KPK menghargai sikap kooperatif tersebut," ujar Febri.
Umar Ritonga sudah ditetapkan sebagai DPO sejak 24 Juli 2018. Dia melarikan diri saat akan ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Labuhanbatu. Dia kabur membawa uang suap sejumlah Rp500 juta dan nyaris menabrak anggota Tim Satgas KPK yang berupaya menghentikan mobil yang dikendarainya.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap; pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra; dan Umar Ritonga; sebagai tersangka kasus suap sejumlah proyek di Pemkab Labuhanbatu.
Baca juga: Buron Setahun, KPK Tangkap Perantara Suap Eks Bupati Labuhan Batu
Pangonal sudah divonis bersalah dan dihukum 7 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Dia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp42,28 miliar dan SGD 218.000 dari pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi, Effendy Sahputra.
Selain itu, Pangonal diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp42,28 miliar dan SGD218.000. Kemudian, hak politiknya dicabut selama 3 tahun setelah menjalani hukuman pokok yakni 7 tahun penjara.