Palembang, Gatra.com – Seolah setali tiga uang yang dihadapkan petani karet di Sumatera Selatan (Sumsel). Setelah harga karet yang belum menggembirakan, serangan berupa penyakit gugur daun terus menyebar sehingga mengakibatkan produksi anjlok hingga 60%.
Dinas Perkebunan mencatat, penurunan produksi karet Sumsel menurun akibat gangguan gugur daun yang terus meluas menyerang kebun karet milik petani Sumsel. Data statistik perkebunan pada dua tahun terakhir memperlihatkan gugur daun sudah menyerang 787.903 ha kebun karet. “Pada triwulan I, tahun ini saja, serangan gugur daun mencapai 400.00 ha,” ujar Kabid Pengelolaan dan Pemasaran Hasil (P2HP), Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian, Kamis (25/7).
Berdasarkan data yang sama, produksi karet setelah mengalami serangan gugur daun pada 2017-2019, menyisahkan 971,479 ton dan hingga triwulan I tahun ini menyebabkan penurunan hingga 60% atau kurang lebih 583.000 ton. Dikatakan Rudi, luasan yang terserang penyakit gugur daun sudah merata di setiap kota dan kabupaten penghasil komoditas karet di Sumsel. “Dalam satu hektar lahan, sudah terserang 30%-50%. Rata-rata disebabkan oleh gulma yang lama tidak dibersihkan dan terlanjur menjadi inang,” terangnya.
Keengganan petani membersihkan lahan juga efek domino dari harga karet yang rendah. Petani cendrung merasa merugi, karena biaya operasional yang sudah tidak sebanding dengan harga jual karet saat ini. Dalam kondisi harga jual normal, setidaknya petani membersihkan di sekitar piringan sadap agar terbebas dari serangan jamur penyebab gugur daun.
“Di samping ketidaktauan, petani juga malas membersihkan kebun karena harga karet yang murah. Malahan ada beberapa petani yg membiarkan karetnya tidak disadap karena tidak sebandingnya pendapatan yang diterima,” ungkapnya.
Menghadapi hal ini, pemerintah telah melakukan upaya seperti membagikan bantuan pupuk pada 4.000 ha yang terbagi pada 7 kabupaten, yakni Banyuasin, Muba, OKI, Ogan Ilir, Muara Enim, OKU, dan Mura. Namun, kata Rudi, upaya pemupukan hendaknya juga diimbangi dengan pembersihan gulma atau dikenal dengan sanitasi lingkungan secara massal.
“Butuh gerakan sanitasi lingkungan yang dikomandoi oleh UPTD BPTP dengan cara membersihkan areal pertanaman dari gulma, daun, ranting yang gugur. Hal itu dilakukan guna menekan resiko serangan organisme penganggu agar memperoleh unsur hara dan sinar matahari,” terangnya seraya mengatakan sosialisasi gerakan sanitasi lingkungan sudah dimulai dari kota Prabumulih, Musi Rawas, Muaratara, dan daerah produksi lainnya yang terpapar serangan gugur daun.
Adapun metode pengendalian penyakit ini dilakukan dengan pembersihan gulma yang berada di sekitar tanaman, yang kemudian ditanam pada lubang (ditumbun) dengan tanah agar menjadi kompos bagi tanaman. “Kegiatan ini akan efektif, jika dilaksanakan secara serentak, misalnya petani, masyarakat pekebun karet, UPPB maupun kolompok tani karet membersihkan serentak agar rantai penyebaran penyakit bisa dihilangkan,” pungkasnya.