Jakarta, Gatra.com – Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan industri pangan berbahan baku singkong, sagu, dan jagung di sepuluh lokasi melalui pembinaan kelompok-kelompok tani. Pengembangan tersebut dilakukan dalam rangka diversifikasi pangan. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan, Agung Hendriadi dalam Forum Group Discussion (FGD) di Kantor Kadin, Jakarta, Rabu (24/7).
“Kita punya bahan-bahan lokal yang bisa diproduksi jadi tepung. Sebagian bisa substitusi tepung menjadi bahan substitusi gandum. Kita punya singkong, sagu, dan jagung. Ketiga komoditas tersebut dikembangkan karena berdampak paling besar bagi masyarakat," tuturnya.
Selain upaya pengembangan industri tepung, Kementan juga berupaya menggenjot produktivitas bahan pangan tersebut agar dapat bersaing dengan tepung terigu yang banyak digunakan industri makanan dan minuman. Hal ini disebabkan harga tepung non-terigu harganya masih lebih mahal dibandingkan tepung terigu.
Baca Juga: Kementan Optimistis Mampu Penuhi Kebutuhan Pangan Dunia
Agung mengungkapkan pihaknya bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dalam pengembangan tepung tersebut.
Kemudian, Ia berharap agar para pelaku industri dapat menampung produk-produk tepung tersebut. “Kita rencanakan Inpres penggunaan 10% tepung lokal. Kita harus melihat pula potensi produksi dalam negeri. Kita mulai dari pembangunan industrinya dulu,” ujarnya. Ia menambahkan substitusi 10% impor gandum dapat menghemat devisa negara sebesar Rp2,4 triliun.
Selain itu, Ia mendorong pelaku industri makanan juga mengembangkan produk tepung alternatif pengganti tepung terigu. “Lalu, kita gandeng mereka Kadin. Ayo Kadin juga ikut memproduksi dan ikut menggunakan produknya. Pelan-pelan akan kita tingkatkan. Off-taker-nya (penampung) GAPPMI (Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia),” ujarnya.
Baca Juga: Pengembangan Tepung Jadi Kunci Diversifikasi Pangan
Ketua Balai Besar Penelitian Pasca Panen Pertanian, Prayudhi Syamsuri mengungkapkan pihaknya telah mengembangkan berbagai produk dari bahan baku pangan lokal. Misalnya tepung pre-gel ubi kayu, tepung jagung, tepung sorgum, teknologi ekstraksi pati sagu, dan varian produk mie Nusantara (mie hanjeli, mie jagung, mie sagu, mie singkong, dan mie sorgum).
“Konsumsi pangan lokal masih dianggap inferior. Ini jadi tantangan ke depan. Bagaimana kita mengubah konsumen yang suka mie? Tidak hanya sampai tepung, tapi kita juga sampai bentuk mie,” ujarnya.
Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Terknologi (BPPT), Agus Tri Putranto mengungkapkan pembuatan tepung merupakan solusi bagi industrialisasi pangan lokal yang selama ini hanya sebatas produk kuliner. Sesungguhnya, tepung antara saat diolah menjadi produk lebih lanjut, ada banyak sekali pemakaiannya. Tepung composite (campuran) jadi tantangan untuk dikembangkan jadi kuliner dan kebutuhan tertentu. Selain itu, industri pengolahan tesebut memungkinkan pemanfaatan produk sampingan seperti kulit sagu yang bisa menjadi sumber energi.
Baca Juga: Menkes Dorong Pemanfaatan Pangan Lokal Bantu Atasi Stunting
Berikut ini merupakan sepuluh lokasi pengembangan industri bahan pangan lokal Kementan :
1. Sagu: Kepulauan Meranti (Riau), Karimun (Kepulauan Riau), Seram Bagian Tengah (Maluku), dan Merauke (Papua)
2. Jagung: Pangkajene Kepulauan (Sulawesi Selatan), Gorontalo (Gorontalo), dan Kupang (NTT)
3. Singkong: Lampung Timur (Lampung), Sukabumi (Jawa Barat), dan Grobogan (Jawa Tengah)