Jakarta, Gatra.com - Pasangan suami istri asal Sulawesi Selatan yang diduga sebagai pelaku bom bunuh diri sebuah gereja di Jolo, Filipina, Rullie Rian Zeke dan Ulfah Handayani, disebut direkrut oleh teroris dari Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terafiliasi ISIS, yakni Andi Baso.
Hal itu diketahui dari keterangan pemeriksaan anggota JAD yang baru saja tertangkap di Padang, Novendri dan anggota JAD Kalimantan Timur yang tertangkap Juni 2019 lalu, Yoga. Keduanya memberikan kesaksian bahwa pasangan tersebut masuk ke Filipina melalui jalur ilegal pada Desember 2018 lalu.
"Sebelumnya rekam jejak kedua yang bersangkutan juga mengikuti doktrinasi, brain wash, penanaman nilai-nilai dari paham radikal ekstrem tersebut dan ada juga kesanggupan yang bersangkutan untuk menjadi pengantin suicide bomber," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (24/7).
Adapun pola perekrutan yang dilakukan oleh Andi Baso, tak terlepas dari campur tangan pengendali atau mastermind JAD Indonesia afiliasi ISIS, Saefulah.
Dedi mengatakan, ketika pasangan tersebut siap untuk dikirim, Andi Baso mengkoordinasikannya dengan Saefulah serta jaringannya di Filipina. Hal itu diketahui melalui keterangan lima tersangka bom bunuh diri tersebut dari kepolisian Filipina.
"Ada komunikasi dengan jaringan yang ada di Filipina, baru mereka dipersiapkan untuk jadi pengantin suicide bomber. Namun demikian, dugan ini tentunya nanti (diperiksa) dari sisi saintifik Densus 88 yang sudah bekerja sama dengan kepolisian Filipina. Dari data tes DNA beberapa potongan tubuh yang didapat di TKP nanti akan dicocokkan dengan pihak keluarga (pasangan) yang ada di Sulawesi," papar Dedi.
Terkait motif kepindahan pasangan itu ke Filipina, apakah memang sengaja menjadi 'pengantin' atau menetap di sana, polisi masih mendalaminya. "Jadi nanti itu kita akan dalami dulu. Dari Andi Baso itu keterangannya emang diarahkan kesana, makanya sebelum dia melakukan tentunya kan ada komunikasi dulu, komunikasi dengan pihak sana juga," terang Dedi.
Andi Baso sendiri merupakan anggota murni JAD yang memiliki jaringan internasional. Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mendapatkan informasi bahwa Andi Baso kini bergabung di Khorasan, Afghanistan.
Dedi mengatakan, Khorasan menjadi tempat persembunyian sisa anggota ISIS dan Al Qaeda. Tempat itu disebut sulit dijangkau oleh aparat.
"Sekarang itu daerah yang dikuasai (ISIS), dulu pelarian Al Qaeda juga larinya kesitu. Yang paling tua kan Al Qaeda, ISIS lebih ekstrem lagi kan haluannya. Kalau begitu maka mereka ada komunikasi kesitu. Setelah kita pelajari juga dari hasil penangkapan-penangkapan jaringan terorisme yg ada di Indonesia juga ada memiliki hubungan," tandas Dedi.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano menyebut insiden itu menyebabkan 22 orang meninggal dunia dan 100 orang luka-luka.
Dalam konferensi pers di Provinsi Visayas, Filipina, pada 1 Februari 2019 lalu, Ano menyebut pelaku bom bunuh diri adalah pasangan suami istri WNI bernama Abu Huda dan seorang perempuan yang tidak disebutkan namanya.
Kedua pelaku dibantu oleh Kamah, anggota kelompok Ajang-Ajang yang berafiliasi dengan kelompok Abu Sayyaf. Faksi tersebut telah menyatakan dukungannya kepada jaringan teroris ISIS.
Sementata itu, pada 4 Februari lalu, Kepala Kepolisian Nasional Filipina Oscar D. Albayalde menyampaikan keterangan pers bahwa Kammah L. Pae, seorang pria warga Jolo yang diyakini sebagai tersangka utama sekaligus donatur aksi pengeboman, telah menyerahkan diri bersama empat orang lainnya, yaitu Albaji Kisae Gadjali alias Awag, Rajan Bakil Gadjali alias Radjan, Kaisar Bakil Gadjali alias Isal, serta Salit Alih alias Papong.
Kelima orang tersebut adalah anggota kelompok Abu Sayyaf di bawah pimpinan Hatib Hajan Sawadjaan. Mereka menyerahkan diri setelah kepolisian dan militer Filipina melakukan operasi pengejaran besar-besaran.