Home Teknologi PLTSa Lamban, Akademisi ITB: Proses Teknologinya Panjang

PLTSa Lamban, Akademisi ITB: Proses Teknologinya Panjang

Jakarta, Gatra.com - Pakar konversi energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Pandji Prawisudha, mengatakan, lambannya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) karena membutuhkan proses yang panjang untuk membangun teknologinya. Jika pun semua proses berjalan lancar, PLTSa dapat dioperasikan pada 3 tahun mendatang.

"Konsep dari PLTSa adalah mengubah sampah menjadi energi listrik. Berbagai pihak terlibat di dalamnya seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Ada beberapa tahapan yang harus dilalui, sehingga membutuhkan persiapan karena kita tidak ingin ada pihak yang terjerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," ujarnya saat dihubungi Gatra.com, Rabu (24/7).

Baca juga: Hambat Pembangunan PLTSa, Presiden Marahi PLN

Menurut Pandji, sebelum membangun PLTSa di beberapa daerah, pihak pemerintah daerah (pemda) harus melalui dua tahapan. Pertama, studi kelayakan dimulai dari jumlah sampah yang dapat dikelola, jenis teknologi yang akan digunakan hingga dampak ke lingkungan sekitar dengan perkiraan waktu selama 1 tahun.

Tahapan kedua, lanjut Pandji, perlu adanya perjanjian kontrak antara pemda dan operator untuk memastikan ketersediaan sampah yang akan diolah menjadi listrik untuk diperjualbelikan dengan PLN.

"Ada penandatanganan perjanjian jual beli listrik dengan PLN karena pihak tersebut harus memastikan jumlah sampah yang setiap waktu [ditentukan melalui perjanjian] untuk dijadikan sebagai energi listrik. Apabila terputus, maka operator akan menerima denda dari PLN dan itulah sebabnya operator harus menandatangani perjanjian kontrak dengan pemda," katanya.

Baca juga: Pembangunan PLTSa Jalan di Tempat, Ternyata Ini Alasannya

Sementara itu, kondisi PLTSa saat ini masih jenis skala kecil dan masih dalam status uji fungsi seperti PLTSa Sumur Batu di Kecamatan Bantargebang. Indonesia belum membangun PLTSa skala besar dan mengimpor dari negara lain sehingga sungguh disayangkan.

"Kalau soal lokasi yang sebaiknya memiliki PLTSa, cocok di Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan kota lainnya dengan penduduk di atas 2 juta jiwa dengan model PLTSa dengan penggunaan lahan yang minim. Sebab di kota besar sudah sulit mencari lahan besar. Selain itu, PLTSa juga dapat berada di kota kecil dengan model PLTSa yang membutuhkan lahan luas," katanya.

557