
Medan,Gatra.com - Salah satu bentuk sastra lisan milik masyarakat tradisi Melayu Langkat, Sumatera Utara (Sumut) dikenal dengan nama "dedeng". Peninggalan budaya yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal ini, kini terancam punah. Pasalnya, sekarang, penerus seni bertutur sambil bernyanyi ini, bisa dihitung dengan jari.
Demikian dikatakan pegiat "dedeng" HM Yunus saat ditemui Gatra.com, di Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) Jalan Perintis Kemerdekaan No 33, Medan, Rabu (24/7). Dijelaskan Yunus, "dedeng" secara umum disebut senandung. Atau dalam bahasa lokal Melayu senandong. Kalau di Mandailing, ia disebut onang-onang sedangkan di Toba andung-andung.
Baca Juga: Lestarikan Budaya Melayu Lewat Pentas Ronggeng dan Komunitas Pak Pong
Bapak berusia 71 tahun ini menjelaskan, di Langkat disebut "dedeng" karena mengacu kepada cerita rakyat tentang seseorang bernama Dedeng yang karena kesedihan hatinya bersenandung sepanjang hari."Dari hasil penelitianku, ada banyak jenis 'dedeng'. Dibedakan sesuai dengan fungsi, tujuan dan penggunaannya," kata Yunus.