Amsterdam, Gatra.com - Médecins Sans Frontières/Dokter Lintas Batas (MSF) mengumumkan dimulainya kembali operasi pencarian dan penyelamatan di Mediterania Tengah. Mereka mengutuk kelambanan pemerintah Eropa. Langkah kembali ke laut ini dilakukan setelah selama dua tahun terakhir, pemerintah UE menghentikan semua aksi kemanusiaan di laut. Kebijakan itu telah menyebabkan banyak kematian di laut dan meningkatkan penderitaan dalam konflik yang menimpa Libya.
"Politisi akan membuat Anda percaya bahwa kematian ratusan orang di laut, dan penderitaan ribuan pengungsi dan migran yang terperangkap di Libya, adalah harga yang dapat diterima dari upaya untuk mengendalikan migrasi. Realitanya adalah bahwa ketika mereka mengumumkan akhir dari apa yang disebut krisis migrasi Eropa, mereka secara sadar menutup mata terhadap krisis kemanusiaan akibat kebijakan ini. Selama itu berlanjut, kami menolak untuk diam,” tegas Direktur MSF untuk Pencarian dan Penyelamatan dan Libya, Sam Turner.
Baca Juga: Paus Fransiskus: Imigran Bukan Sekadar Masalah Sosial
Dalam keterangan yang diterima Gatra.com, dijelaskan bahwa MSF akan beroperasi dalam kemitraan dengan SOS MEDITERRANEE. Kapal baru “Ocean Viking” akan berlayar ke Laut Tengah pada akhir Juli.
Dengan hampir tidak ada kapal kemanusiaan yang tersisa di Mediterania Tengah, dan sisa-sisa terakhir dari kapasitas pencarian dan penyelamatan Eropa secara serampangan ditinggalkan, penyeberangan laut ini adalah rute migrasi paling mematikan di dunia. Tahun ini saja, setidaknya 426 pria, wanita, dan anak-anak tewas dalam percobaan menyeberang. Sebanyak 82 diantaranya dalam satu kapal karam dua minggu lalu.
Selain itu, kapal-kapal komersial berada dalam posisi yang tidak dapat dipertahankan. Mereka terjebak antara tugas untuk menyelamatkan dan risiko terdampar di laut selama berminggu-minggu karena penutupan pelabuhan Italia dan langkah negara-negara Uni Eropa yang enggan menyetujui mekanisme pendaratan.
Baca Juga: Uni Eropa Selamatkan Imigran di kapal Alan Kurdi
Pertempuran telah berkobar di sekitar ibu kota Libya, Tripoli selama lebih dari tiga bulan. Ada lebih dari 100.000 orang korban. Akibatnya, para pengungsi dan migran terjebak di pusat-pusat penahanan. Evakuasi kemanusiaan ke luar negeri tetap berlangsung, tapi hanya sedikit demi sedikit. Langkah ini tentu tidak memadai.
Sementara itu, MSF menilai pemerintah Eropa melanggar kewajiban yang sangat legal dan prinsip-prinsip kemanusiaan yang mereka tanda tangani dengan semakin mendukung Pengawal Pantai Libya untuk secara paksa mengembalikan orang-orang yang rentan kembali ke Libya. Dalam beberapa kasus, orang-orang yang terperangkap dalam pusat penahanan malah ditembak. Atau mereka jadi sasaran serangn udara. Kasus terbaru terjadi di pusat penahanan Tajoura.