Jakarta, Gatra.com – Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) dianggap membatasi kesempatan bagi swasta untuk mengelola dan menguasai Sumber Daya Air (SDA). Melalui RUU tersebut, swasta wajib bermitra dengan pemerintah dalam mengelola SDA.
“Kalau mereka tidak mampu, maka investasi tidak terjadi dan pasti merugikan masyarakat karena barang dan jasa tak tersedia. Bagaimana kalau [swasta] sudah investasi, kemudian diharuskan masuk dengan pemerintah?,” keluh Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Soetrisno Iwantono.
Soetrisno mengungkapkan kawasan industri, industri tekstil, dan industri kertas menggunakan air dalam jumlah besar. Belum lagi, industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang juga menggunakan sumber air sebagai bahan bakunya. Meskipun sebenarnya porsi penggunaannya relatif kecil.
“Mohon dipahami air punya dimensi yang begitu luas. Penggunaan untuk masyarakat umum yang boleh masuk hanya BUMN [Badan Usaha Milik Negara]. Apakah sanggup? Inilah yang sebenarnya. Ini semata-mata bukan kepentingan pelaku usaha,” tegasnya.
Mengutip dari data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN), Rachmat Hidayat mengatakan, dibutuhkan dana sebesar Rp1.200 triliun untuk menyediakan Sistem Pemipaan Air Minum (SPAM) bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Berapa banyak perusahaan yang akan diambil alih BUMN dan BUMD [Badan Usaha Milik Daerah]. Kalau pemerintah melangkahi di luar UU, kita akan dianggap negara apa? Membeli satu perusahaan saja sudah berat., apalagi membeli beribu-ribu perusahaan [swasta air],” ujarnya.
Mengacu dalam draf RUU SDA, Rachmat menjelaskan, untuk mendapat izin air swasta, harus bekerja sama dengan pemerintah melalui joint venture (perusahaan patungan), kerja sama operasional (KSO), kewajiban membayar garansi melalui bank, kewajiban menyisihkan sepuluh persen laba usaha untuk konservasi, dan sumber airnya harus dibuka selama 24 jam.
“Kalau ada yang melakukan sabotase bagaimana. Pengguanaan air sebagai fungsi ekonomi harus ada protokolnya,” tegas Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani.
Hariyadi berpendapat, RUU SDA akan berdampak buruk bagi kepastian Investasi. Padahal, menurutnya Presiden Joko Widodo sudah berkomitmen menghapus regulasi yang menghambat investasi. “Kok [pemerintah] nggak melihat dengan seksama konsekuensi-konsekuensinya. Itu saja sih,”ujarnya.