Jakarta, Gatra.com – Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, mahalnya harga tiket pesawat berdampak pada menurunnya tingkat okupansi (keterisian kamar) hotel. Hal ini diungkapkannya di sela-sela konferensi pers di Kantor APINDO, Jakarta, Selasa (23/7).
“Turun antara 10-30% okupansi hotel. Kalau tarif agak susah karena variannya banyak, agak sulit. Kalau tarif tergantung dari kompetisinya, dia bisa drop sangat besar juga bisa sampai 50%,” tuturnya.
Menurutnya, beberapa pengelola hotel rela membanting harga untuk meningkatkan okupansi. Ia mengaku bahwa Indonesia Timur terkena dampak paling parah karena paling mahal harga tiketnya.
Hariyadi mengakui adanya peningkatan okupansi setelah adanya kebijakan penurunan tariff tiket pesawat, namun ia belum mengetahui korelasinya dengan tingkat okupansi hotel.
“Semester II itu memang secara histori selalu lebih naik daripada semester I. Kalau kita lihat, tarif itu koutanya kan enggak banyak yang dijual banyak hari-hari tertentu dan jam tertentu. Nah saya belum tahu persis,” tutur Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia tersebut.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, Ketua Bidang Kebijakan Publik APINDO, Soetrisno Iwantono mengakui terjadi penurunan tingkat okupansi hotel dari 57% (Januari-April 2019) menjadi 52% (Januari-April 2018). Namun, ia menambah tingkat okupansi hotel non-bintang rata-rata hanya 33%.
“Kalau hotel berbintang ditempati para eksekutif yang dibiayai kantor atau pegawai negeri yang dibiayai pemerintah. Low cost (rendah biaya) melancong keperluan pribadi. Dia yang menikmati hotel-hotel non-bintang, ini yang terkena dampak paling besar karena mereka pakai uang pribadi,” terangnya.