Bandarlampung, Gatra.com - Seorang oknum dosen UIN Raden Intan Lampung bernama Syaiful Hamali terpaksa harus duduk di kursi terdakwa dalam persidangan atas kasus dugaan pencabulan yang dilakukan olehnya terhadap mahasiswi UIN berinisial EP.
Syaiful menjalani sidang lanjutan secara tertutup yang diketuai oleh Majelis Hakim Ketua Aslan Ainin, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari Jaksa Penuntut Umum di ruang Soebakti Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Selasa, (23/7).
"Ada tujuh orang saksi, termasuk saksi korban, tapi yang diperiksa baru satu, karena waktunya singkat, nanti yang lainnya diperiksa minggu depan," ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Marinata kepada wartawan.
JPU Marinata menjelaskan, dalam dakwaannya, terdakwa telah melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu tidak berdaya seperti yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 290 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan terungkap perbuatan tersebut dilakukan terdakwa pada hari Jumat tanggal 21 Desember 2018 sekitar pukul 13.20 wib.
Ketika itu saksi korban EP ditemani IN hendak mengumpulkan tugas Mandiri mata kuliah Sosiologi Agama II. Saksi korban bersama temanya itu berada di ruang dosen pengajar untuk menemui dosen mata kuliah yakni terdakwa Syaiful.
Terdakwa melakukan dugaan pencabulan tersebut ketika saksi korban masuk kedalam ruangan terdakwa, disaat kesempatan berdua tersebut saksi korban EP diduga mendapat tekanan dan perlakuan pencabulan dari terdakwa.
Dalam dakwaan tersebut menurut pengakuan saksi korban, terdakwa diduga sempat menyentuh dengan sengaja bagian tangan, wajah, bahu, dada dan bokong saksi korban EP.
"Atas perlakuan tersebut, saksi korban merasa takut sehingga melangkah mundur dan meminta izin untuk pulang " beber JPU.
Namun terdakwa tidak memberikan ijin saksi korban untuk pulang, bahkan terdakwa bertindak lebih nekat dengan menarik lengan saksi korban EP dan diduga sempat menyentuh wajah dan bagian dada korban.
Tak hanya sampai disitu saksi korban juga mengaku sempat dirangkul pinggangnya dan disentuh bagian belakangnya.
Melihat situasi yang tidak menyenangkan saksi korban pun langsung keluar untuk menghampiri rekannya yang sudah menunggu.
"Hasil observasi saksi ahli Psikolog, korban mengalami keadaan tidak berdaya secara psikis," kata JPU
Selanjutnya atas pengalaman tidak menyenangkan tersebut, saksi korban EP merasa ketakutan bila akan menghadap terdakwa, dan nilai mata kuliah saksi korban EP terpaksa mendapatkan nilai E
Sementara itu, Tim Penasihat Hukum Syaiful Hamali, Muhammad Suhendra mengatakan pengakuan korban banyak kejanggalan, menurutnya apa yang disampaikan saksi korban banyak diluar logika, seperti mengapa korban tidak teriak padahal ada kemampuan tersebut, dan ada kemampuan korban untuk membawa saksi lain saat menghadap terdakwa.
"Keterangan tersebut harus dibuktikan. Jauh dari membuktikan bahwa terdakwa bersalah kami kuasa hukum akan membuktikan peristiwa ini ada atau tidak," ungkapnya
Suhendra juga membeberkan bahwa saksi korban melakukan kebohongan terkait tidak adanya tim pencari fakta. Korban mengatakan tidak ada peran kampus terkait peristiwa ini.
"Ini bertentangan dengan fakta, padahal dibentuknya tim pencari fakta apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu ada " katanya.
Menanggapi persidangan kedua tersebut, Ketua tim advokasi perempuan Damar, Meda Fatinayanti mengatakan dugaan pelecehan terhadap saksi korban EP memang baru pertama kali dilakukan oleh terdakwa terhadap EP, namun menurut Meda diduga masih ada korban lain dari mahasiswi terdahulu
"Kalau kepada saksi korban EP ya memang baru pertama kali ini ya, tapi ada korban lain, mereka memang sudah lulus, sudah lewat, kebanyakan sudah berada diluar Lampung," ungkap Meda kepada wartawan saat mendampingi saksi korban EP dalam menghadapi persidangan.
Reporter: Karvarino
Editor: Bernadetta Febriana