Home Politik Kasus Gubernur Kepri, KPK Geledah Kantor Dinas Perhubungan

Kasus Gubernur Kepri, KPK Geledah Kantor Dinas Perhubungan

Jakarta, Gatra com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berangkat ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) untuk melakukan penggeledahan dalam kasus izin prinsip dan lokasi, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.

Penggeledahan dilakukan untuk menyasar sejumlah lokasi diantaranya Kantor Dinas Perhubungan Pemprov Kepri. 

"Untuk lokasi lain, akan kami sampaikan lagi perkembangannya nanti," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (23/7)

Febri menyebut bahwa dari operasi sebelumnya itu, tim satgas KPK mengamankan sejumlah dokumen terkait dengan perizinan pemanfaatan ruang laut di Kepri.

"Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan dugaan suap terkait perizinan di Kepri dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan Gubernur Kepri," tambah Febri.

Dalam kasus ini KPK menetapkan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun sebagai tersangka dalam kasus izin prinsip dan lokasi, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.

Nurdin ditetapkan tersangka bersama-sama, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan (EDS), Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Budi Hartono (BUH), dan seorang pihak swasta bernama Abu Bakar (ABK).

Kasus ini berawal sejak Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri untuk dibahas di Paripurna DPRD Kepri.

Kemudian Abu Bakar ternyata berminat dan mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Tujuannya untuk pembangunan resort dan kawasan Wisata seluas 10,2 Hektar.

"Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, Kamis malam (11/7).

Basaria menyebut, dalam kasus ini Nurdin menyuruh Edy Sofyan dan Budi Hartono untuk membantu Abu Bakar. Budi selaku Kepala Bidang Perikanan Tangkap menyuruh Abu Bakar mengakali dengan pembangunan restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan dibawahnya.

Pada 30 Mei 2019, Nurdin menerima sebesar SGD5 ribu dan Rp45 juta. Esok harinya terbit lah izin prinsip reklamasi seluas area sebesar 10,2 hektar.

Nurdin selaku Gubernur juga diduga menerima gratifikasi lainnya. Indikasi penerimaan gratifikasi disangkakan kepadanya berdasarkan temuan tim satgas KPK saat mengamankannya di rumah dinas Gubernur. 

Di sebuah tas di rumahnya, tim menemukan sejumlah uang dalam berbagai mata uang. Rinciannya, SGD 43.942, USD 5.303, €5, RM 407, Rival 500 dan Rp132,6 juta. Uang-uang ini yang diduga merupakan penerimaan lain dari Nurdin.

Sebagai pihak yang diduga penerima suap Nurdin, Edy dan Budi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Abu Bakar dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

50

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR