Palembang, Gatra.com – Kebakaran lahan terutama di kawasan gambut masih menjadi polemik termasuk di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) tahun ini. Menjelang pergantian musim kemarau, upaya pencegahan dan penanggulangannya terus dikerahkan. Sampai pertengahan Juli ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel menyatakan kebakaran pada lebih dari 236 ha lahan di dua kabupaten sudah berhasil dipadamkan.
Semangat restorasi yang menjadi pekerjaan di sektor hilir (pencegahan) memerlukan komitmen bersama. Pemerintah melalui Badan Restorasi Gambut menyatakan berbagai langkah dilakukan guna mengoptimalkan lahan gambut di lahan di luar konsensi perusahaan. Dengan prinsip kerja 3R, yakni pembahasan (rewetting), mengganti vegetasi (revegetasi) dan revitalisasi, pelaksanaan restorasi di tiga kabupaten di Sumsel, dinilai telah berperan dalam mencegah kebakaran lahan saat ini.
“Memang masih ada lahan yang menjadi target restorasi terbakar, tapi upaya restorasi juga telah berperan. Berbagai pekerjaan seperti tahap pembahasan telah dilaksanakan di Sumsel,” ujar Deputi Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan Badan Restorasi Gambut (BRG), Myrna Safitri saat di Palembang, Senin (22/7).
Saat ini, BRG merilis, restorasi gambut sudah berdampak pada 679.901 ha lahan baik yang difasilitasi langsung BRG atau dilaksanakan mitra kerja selama tiga tahun terakhir. Di Sumsel, luasan lahan terdampak mencapai 102.092 ha, yang berada di tiga kabupaten, yakni Banyuasin, Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir (OKI). Dibandingkan dengan provinsi lain yang juga menjadi target restorasi, Provinsi Sumsel menempatkan urutan kedua setelah Kalimantan Barat dengan luasan lahan terluas terdampak restorasi selama tiga tahun terakhir.
Diterangkan Myrna, fokus restorasi dilakukan pemerintah yakni pada lahan yang berada di luar konsesi perusahaan sedangkan restorasi pada lahan konsesi perusahaan menjadi tanggungjawab perusahaan sementara luasan target restorasi di Sumsel, hampir dua pertiga di lahan konsesi perusahaan. “Sekitar 150.000 an ha, yakni lahan yang berada di luar konsesi perusahaan yang menjadi fokus restorasi BRG,” ucapnya.
Kebakaran lahan yang terjadi juga disebabkan faktor lainnya, seperti iklim. Berdasarkan catatan BNPB, penurunan titik api (hotspot) sudah sangat signifikan dibandingkan tahun 2015 lalu. Di Sumsel, penurunan titik api capai 90% atau lebih tinggi dibandingkan penurunan titik api rata-rata secara nasional yang hanya 80%.
Meski dihadapkan faktor iklim, Myrna menambahkan, pekerjaan restorasi terutama pembasahan membutuhkan waktu. Dengan areal kerja yang luas, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan anggaran. “Untuk anggaran misalnya, sebagian besar kegiatan restorasi mengalir ke pemerintah daerah, misalnya melalui dinas lingkungan hidup dan pekerjaan umum (pengairan) melaksanakan pembasahan,” terangnya.
Sementara, penguatan di masyarakat melalui pembentukan desa peduli gambut terus dilaksanakan misalnya pada tahun ini, pembentukan desa peduli gambut berada di 12 desa. Pada tahun lalu dilaksanakan di 14 desa, dan 2017 telah terbentuk 15 desa peduli gambut. Berbagai kegiatan dilaksanakan guna mengedukasi masyarakat, baik melalui pendidikan di sekolah, pendidikan agama, dan terutama edukasi kelompok petani dan perempuan. Edukasi restorasi menyentuh 58 desa dengan penguatan pada perangkat hukum dan kegiatan ekonominya. “Misalnya, restorasi masuk ke rancangan kerja perangkat desa, BUMDes, peraturan desa, ada deplot vegetasi gambut, edukasi guru SD, dan dai peduli gambut,” ungkapnya.
Pembentukan Kawasan Desa Gambut
Tahun ini, BRG bersama dengan pemerintah kabupaten Banyuasin berkomitmen dalam pembentukan kawasan desa gambut. Pembentukan kawasan desa gambut ini menjadi pertama di Indonesia. Terdapat faktor-faktor pendukung, kabupaten Banyuasin dipilih menjadi pilot project pembentukan kawasan desa gambut di Sumsel. “Tidak lain, tujuannya guna perlindungan dan pemanfaatan kawasan gambut. Saat ini, baru empat desa yang masuk dalam kawasan desa gambut di Banyuasin. Untuk kemudian dilaksankaan revitalisasi terutama produk-produk lokal, seperti beras, dan kopi liberica gambut,” pungkas Myrna.
Kordinator Tim Restorasi Gambut Sumsel, Eddy Junaidi mengatakan terdapat 465 paket pengerjaan restorasi gambut di Sumsel pada tahun ini, mulai dari pembahasan dengan kanalisasi, 93 hektar (ha) dengan revegetasi, dan 18 paket kegiatan revitalisasi gambut. “Untuk Sumsel tentu kegiatannya berkordinasi pada dinas-dinas terkait. Butuh komitmen melaksanakan restorasi dengan permasalahan yang kompleks,” ungkap Eddy yang baru dilantik menggantikan pejabat sebelumnya.