Home Politik Ini Penyebab BPOM Sulit Hentikan Peredaran Obat Palsu

Ini Penyebab BPOM Sulit Hentikan Peredaran Obat Palsu

Jakarta, Gatra.com - Perwakilan Deputi Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Robby Nuzly menjelaskan, pihaknya mengakui adanya keterbatasan kewenangan dalam memberhentikan produksi dan distribusi obat palsu.

Sebelumnya, polisi meringkus AFAP (52), produsen sekaligus distributor obat palsu dengan omzet Rp400 juta per bulan. AFAP merupakan Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang terdaftar di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), yakni PT JKI.

 

Robby menjelaskan, PT JKI sudah pernah diberikan sanksi pemberhentian operasional sementara pada 2018 lalu karena terbukti memiliki obat palsu. Sejak saat itu pihaknya kerap melakukan pengawasan terhadap PT JKI di bawah Deputi Penindakan.

 

Baca juga: Polri Ungkap Pembuatan Obat Palsu Beromzet Ratusan Juta

Menurut Robby, kehadiran Deputi Penindakan dalam memberantas peredaran obat palsu dinilai terlambat, sebab peredaran obat tersebut sudah dimulai sejak sekitar 2016 silam. Hal itu dikarenakan pihaknya terbatas kewenangannya, mengingat undang-undang pengawasan obat dan makanan belum juga rampung.

 

"Jadi memang betul Deputi Bidang Penindakan memang baru hadir di 2018 karena keterbatasan kami. Kami memang ada fungsi intelijen, kami ada fungsi pengamanan, kami ada fungsi penyidikan tetapi karena undang-undang pengawasan obat dan makanan yang sampai sekarang masih belum keluar, kami masih memiliki keterbatasan kewenangan sehingga kami hanya bisa memberikan sanksi," jelas Robby saat konferensi di gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (22/7).

Selain masalah landasan hukum yang belum rampung, Robby mengatakan kendala lain yang dilalui pihaknya saat meringkus praktik AFAP asalah adanya dugaan campur tangan dari pemilik PBF. Baca juga: ​​​​​​Ini Poin Penting RUU Pengawasan Obat dan Makanan

 

"Tetapi karena kami tidak ada kewenangan, ya sudah kami hanya fokus ke PBF saja, sehingga kami tutup selama kurang lebih 1 tahun dua bulan. Kalau tidak salah sampai terakhir diperiksa oleh pihak Ditpiter, PBF yang di Jakarta dalam kondisi tidak ada aktivitas," tandas Robby.

 

Sebelumnya, AFAP dicokok kepolisian di rumah produksi obat ilegalnya, Semarang, pada Senin, 8 Juli 2019 lalu. Dalam aksinya, AFAP dibantu enam orang karyawan yang kini masih menjadi saksi sebab masih dalam proses penyelidikan.

Baca juga: BPOM Gerebek Gudang Kosmetik di Semarang Senilai Rp1,3 miliar

 

Adapun obat yang dipalsukan adalah obat yang paling laris dikonsumsi oleh masyarakat. "Ini obat ekonomis dan demand-nya tinggi. Rata-rata obat (yang dipalsukan) antibiotik dan penyakit-penyakit darah tinggi dan penyakit dalam," terang Robby.

 

Tersangka dikenakan pasal 196 juncto 197 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara tentang Kesehatan atau Pasal 8 ayat 1 huruf A dan D Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman penjara 5 tahun.  

 

999