Home Internasional Pemerintahan Transisi, Ekonomi Sudan Masih Memprihatinkan

Pemerintahan Transisi, Ekonomi Sudan Masih Memprihatinkan

Jakarta, Gatra.com - Peta politik Sudah berubah setelah Presiden Omar al-Bashir yang berkuasa selama 30 tahun dilengserkan pada April 2019. Rakyat negara Afrika ini menganggap kondisi yang dialami selama 30 tahun lebih cukup menghancurkan pemerintahan suatu negara secara menyeluruh.

"Selama 30 tahun adalah waktu yang cukup bagi sebuah pemerintahan yang sembrono untuk menghancurkan suatu sistem pemerintahan negara. Pemerintahan yang dulu telah meninggalkan keadaan suatu negara (Sudan) dalam kondisi yang porak poranda," ungkap Duta Besar Sudan untuk Indonesia Elsiddieg Abdulaziz Abdalla dalam sebuah pernyataan pers di Kedutaan Besar Sudan, di kawasan Setiabudi, Jakarta, Senin (22/7).

Lanjut Abdulaziz, kondisi yang porak poranda ini tercermin dari sektor ekonomi. Sudan yang tadinya memiliki lahan irigasi yang sangat besar, dua juta hektare ini tadinya bisa menjadi proyek ekonomi besar, tapi sekarang dalam keadaan yang tidak terawat, dan bahkan hancur.

"Jika kita ingin mereformasi proyek ini saja, kita membutuhkan dana sebesar US$15 miliar. Kita tidak memiliki uang miliaran dolar, yang ada kita memiliki hutang sebesar US$45 miliar," kata Abdulaziz.

Meskipun Sudan bisa menyelesaikan masalah politik internal, namun membutuhkan dukungan komunitas internasional. Dalam keadaan yang seperti ini, kata Abdulaziz, Sudan tidak bisa mendapatkan stabilitas ekonomi. Untuk itu pihaknya akan terus berupaya menyelesaikan masalah hutang ini.

"Meskipun kita tahu hutang ini ada yang sifatnya komersial, artinya jika hutang negara bisa dihilangkan, kita masih harus membayar hutang komersial. Oleh karena itu Sudan sangat membutuhkan kerja sama dan dukungan dunia, bukan hanya dari negara donor, Amerika Serikat, Bank Dunia, tetapi juga pada bank komersial," tuturnya.

 

545

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR