Jakarta, Gatra.com – Saat ini, pengobatan infeksi virus hepatitis C (VHC) memang perlahan-lahan mulai digantikan oleh Direct Acting Antiviral (DAA). Sebab, belum ada vaksin yang dapat mencegah virus hepatitis C.
Menurut Pengurus Besar Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Dr. dr. Andri Sanityoso, SpPD-KGEH, DAA ini memiliki angka keberhasilan yang tinggi yakni di atas 95%. Sementara, obat hepatitis C yang terdahulu, Peginterferon alfa-2a, angka keberhasilannya hanya sekitar 60%.
“Sekarang, obat DAA baru tersedia di 37 rumah sakit di 15 provinsi. Untuk lebih lanjut ke provinsi lain mungkin masih menunggu kesiapan juga,” katanya kepada wartawan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Jakarta, Senin (22/7).
Baca Juga: Waspada! Hepatitis B Bisa Sebabkan Kanker Hati
Rencananya, di setiap provinsi akan mendapatkan obat DAA tersebut secara gratis. Bagi yang non sirotik, atau yang belum sampai tahap sirosis, diberikan obat selama 3 bulan. Sedangkan, yang sudah sirosis harus diberikan selama 6 bulan dan angka keberhasilannya pun terbukti bagus.
Obat DAA gratis ini menjadi upaya untuk memusnahkan total (eradikasi) hepatitis C yang populasinya terhitung sedikit di Indonesia, sekitar 1%. Hepatitis C ini pun, tidak tersebar secara menyeluruh. Sehingga, perlu adanya skrining terhadap populasi dengan risiko hepatitis C yang tinggi seperti homoseksual dan pecandu obat-obatan terlarang jarum suntik.
“Kalau di populasi umum kan angkanya rendah. Maka program pemberian DAA harus ke kelompok-kelompok hepatitis C yang angkanya tinggi. Tidak mungkin skrining ke seluruh penduduk, karena bisa membutuhkan waktu yang lama,” imbuhnya.