Kebumen, Gatra.com – Akhir-akhir ini, masyarakat di pesisir selatan Pulau Jawa sempat resah dengan pernyataan pakar tsunami yang menyebut bahwa gempa megathrust berpotensi terjadi di sisi selatan.
Tak hanya itu, gempa magnitude 8,8 itu bisa memicu tsunami setinggi 20 meter. Terjangannya mampu menjangkau daratan hingga empat kilometer lebih. Prakiraan mengenai gempa dan tsunami itu lantas viral di berbagai linimassa.
Komandan Taruna Tanggap Bencana (Tagana) Kabumen, Sukamsi mengaku kerap mendapat pertanyaan dari masyarakat baik secara langsung maupun pesan WhatsApp terkait kebenaran informasi itu.
Menurut dia, kepanikan mengenai isu bencana tsunami bukan hanya kali ini saja. Saat gempa bumi berkekuatan magnitudo 5,7 mengguncang wilayah Kabupaten Cilacap, Juni 2019 lalu, sebagian warga di pesisir selatan Kebumen bahkan sampai sempat mengungsi di tempat yang tinggi. “Warga khawatir tsunami,” ucapnya, Senin (22/7).
Di lain sisi, Sukamsi berharap, berkembangnya informasi mengenai potensi potensi bencana di selatan Jawa ini justru bisa membangkitkan kesadaran masyarakat. Dengan begitu, mereka bisa ikut terlibat dalam upaya pengurangan risiko bencana alam,.
Salah satu yang bisa dilakukan misalnya dengan aksi penghijauan pantai untuk mengurangi dampak tsunami di wilayahnya. Keberadaan hutan pantai ini penting untuk mengadang laju gelombang tinggi dan tsunami sehingga tak menyapu permukiman.
Menurut dia, masyarakat pesisir selatan Kebumen bahkan sudah membuktikan keampuhan hutan bakau di pantai untuk menangkal tsunami. Pada peristiwa tsunami tahun 2006 lalu, wilayah pesisir selatan Kebumen yang dipagari hutan mangrove. “Misalnya Desa Ayah, relatif aman dari terjangan tsunami,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, hutan bakau itu seakan menjadi benteng alami sehingga gelombang tsunami tak sampai menerjang pemukiman. Bahkan, bukti keampuhan hutan bakau untuk menangkal tsunami juga masih terlihat hingga saat ini. "Itu bekasnya kan masih dulu itu, pohon-pohon yang kena gelombang tsunami. Sehingga pemukiman selamat," ucapnya.
Menurutnya, masyarakat perlu menyadari, mereka tinggal di daerah rawan bencana alam. Berawal dari kesadaran itu, masyarakat akan tergerak untuk membekali diri dengan pengetahuan soal mitigasi bencana.
Dengan begitu, saat mendengar isu soal ancaman bencana alam, mereka bisa lebih tenang dan arif dalam menyikapi. Mereka juga sudah tahu apa yang akan dilakukan jika bencana sewaktu-waktu menerjang.
Dia pun menakui, selama ini Tagana bersama BPBD kerap menyosialisasikan dan mengadakan pelatihan kepada masyarakat di daerah rawan bencana. Mereka diharapkan bisa meneruskan pengetahuan itu ke masyarakat lebih luas.
"Pemerintah diharapkan lebih gencar lakukan sosialisasi dan pelatihan untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran masyarakat," ujarnya.