Jakarta, Gatra.com - Perang dagang tidak hanya terjadi pada Amerika Serikat (AS)-Cina, namun juga terjadi antara Jepang-Korea Selatan (Korsel). Perang dagang antara Jepang-Korsel menyangkut soal bahan baku untuk keperluan industri elektronik.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira menyebutkan bahwa perang dagang tersebut akan berdampak terhadap pengiriman ekspor Indonesia. Khususnya komponen semikonduktor untuk bahan baku smartphone.
"Jadi misalkan ada hambatan di situ, yang namanya bahan baku elektronik itu kan sebagian juga dipasok dari Indonesia, beberapa komponen elektroniknya. Artinya kalau nanti semikonduktornya dihambat, harganya naik, maka akan memukul [Indonesia] juga. Karena kita masuk ke dalam rantai distribusi, supplier dari bahan baku," jelasnya kepada Gatra.com, Senin (22/7).
Baca Juga: Pengamat: Di Skenario Perang Dagang, Indonesia Tetap Untung
Ia pun mengatakan, Jepang dan Korsel merupakan pangsa ekspor utama Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data perdagangan BPS per Juni 2019 ekspor non migas ke Jepang-Korsel pada Januari hingga Juni 2019 sebesar 13,31%, yakni Jepang sebesar 9,02% atau US$6,69 miliar, sedangkan Korsel 4,29% atau US$3,18 miliar. Hasil ekspor tersebut menurun dibandingkan 2018 pada periode yang sama.
"Jadi cukup signifikan [ekspor] kedua negara ini, jadi salah satu tujuan utama Indonesia. Kabar buruknya, kedua negara ini mengalami penurunan, Januari sampai Juni dibandingkan tahun lalu di periode yang sama. Bahkan turunnya cukup dalam," sebutnya.
Baca Juga: Genjot Ekonomi, China Cabut Aturan Pembatasan Investor Asing
Apabila perang dagang tersebut akan berlangsung seperti AS-Cina, maka proyek-proyek yang terdapat Jepang di dalamnya berkemungkinan akan mengalami penundaan. Mengingat Jepang banyak berinvestasi di manufaktur. Beberapa proyek infrastruktur Indonesia juga dibiayai bantuan dari Jepang melalui JICA.
Dengan demikian, jika gangguan perang dagang tersebut berlanjut, mungkin Jepang akan melakukan stimulus ekonomi di negaranya. Artinya dengan menunda proyek internasionalnya dan fokus perbaikan dalam negeri Jepang.