Wawancara Khusus Menteri Pertanian Amran Sulaiman
Mafia di Libas, Ekpor Melejit, Harga Pangan Stabil
Indonesia sudah mandiri pangan atau belum? Jawaban dari pertanyaan ini masih menjadi pro-kontra di publik. Pihak yang menyatakan Indonesia belum mandiri pangan berargumen bahwa Indonesia masih mengimpor beberapa komoditas pangan. Sehingga Indonesia belum pantas disebut mandiri pangan.
Sebaliknya, pihak yang menyatakan Indonesia sudah mandiri pangan berargumen, bahwa Indonesia sudah mampu secara mandiri memenuhi kebutuhan pasokan pangannya. Kalaupun ada komoditas pangan yang masih impor, itupun jumlahnya hanya sedikit jika dibandingkan dengan komoditas pangan yang sudah di ekspor.
Lantas bagaimana jawaban dari pihak Kementerian Pertanian terkait kemandirian pangan. Untuk mengetahui lebih jelas jawaban tersebut dan argumen beserta fakta dan datanyaa, Nur Hidayat dan Sujud Dwi Pratisto dari Gatrareview mewawancarai Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Jumat 19 Juli lalu di Jakarta. Berikut petikannya.
Di publik muncul pro-kontra terkait klaim bahwa Indonesia sudah Mandiri Pangan atau belum. Menurut Anda, sebetulnya Indonesia sudah Mandiri Pangan atau belum?
Kita mulai dari awal sejak Pemerintahan Jokowi – JK (Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla) , yakni 2014. Kalo kita ingin mengukur sesuatu kebehasilan kita harus melihatnya dari titik nol saat start menjabat. Beforenya harus dilihat semua, berapa capaian ekspor, inflasi dan lain-lain, datanya bisa dicek di BPS (Badan Pusat Statistik). Setelah itu, after. Kita gampang sekali melihat kemajuan pertanian selama empat tahun terakhir. Jangan kita gunakan perasaan tapi gunakan rasio. Ini semua terukur.
Kita mulai dari data ekspor. Dari data BPS pada 2013 ekspor pertanian sebesar 33,5 juta ton. Disaat 2013 itu, Indonesia sudah merdeka selama 68 tahun. Tentu ini dibagi berapa peningkatan pertahun. Kalau kita, katakanlah titik start nol itu (2014), berarti 500 ribu ton/tahun. Kemudian kita lihat empat tahun terakhir, apa yang terjadi. Ini (komoditas pertanian) sudah ekspor. Kalau kita bicara ekspor , kita tidak bisa bilang ini belum mandiri pangan atau sebagainya. Faktanya, ini sudah ekspor.
Apa yang bisa dijadikan sebagai bukti bahwa Indonesia sudah mandiri pangan?
Buktinya, ada beberapa komoditas yang tidak hanya sudah kemandirian pangan, tapi sudah diekspor. Jagung ekspor, ayam ekspor, telor ekspor, domba ekspor, kambing ekspor, bawang merah ekspor, beras aman. Kedepan, mungkin dua tahun lagi, kita juga akan ekspor bawang putih.
Seperti apa fakta data ekspor pertanian?
Kita bicara fakta. Dulu di 2013, ekpor pertanian 33,5 juta ton dan di 2018 ekspor naik menjadi 42,5 juta ton. Artinya ada kenaikan sekitar sembilan juta ton. Kalau sembilan juta, kita bagi empat, berarti 2,25 juta ton petahun. Kemudian kalau kita bandingkan 68 tahun, yang katakanlah average kasarnya sekitar 500 ribu ton/tahun. Artinya kenaikannya (ekspor) mencapai sekitar 500 %.
Bagaimana dengan data inflasi bahan makanan/pangan, seperti apa faktanya?
Pada 2014, inflasi (bahan makanan/pangan) sebesar 10,57 langsung turun jadi 1,26 di 2017. Ini sesuatu yang luar biasa. Juga sesuai data (FAO 2019), Inflasi Indonesia, dulu (2013) terburuk nomor 3 dunia. Turun menjadi nomor 15 (Pada 2017). Belanda, Jepang dan Kanada bisa dilampaui semua.
Merujuk data BPS, volume ekspor pertanian, PDB (Produk Domestik Bruto) Pertanian, NTP (Nilai Tukar Petani) dan NTUP (Nilai Tukar Upah Pertanian) mengalami tren kenaikan setiap tahunnya. Padahal setiap tahun anggaran Kementerian Pertanian menyusut. Bagaimana Anda menjalankan program pertanian dengan anggaran terbatas?
Ini yang tidak terungkap, anggaran Kementerian Pertanian turun dari Rp 32,72 Triliun menjadi Rp 21,71 Triliun, tapi volume ekspor pertanian naik. Inikan karena kemampuan manajerialnya. PDB Pertanian naik menjadi Rp1.005,4 Triliun (Tahun 2018). Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan Sri Mulyani) targetkan kami 3,5 % pertumbuhan PDB Pertanian ( 2017 – 2018). Kami capai 3,7 % petumbuhan. Beliau mengatakan, Pak Mentan tolong dipertahankan saja, sudah bagus. PDB Pertanian Indonesia naik peringkat 5 dari 224 negara di 2017. NTP (Nilai Tukar Petani) dan NTUP (Nilai Tukar Upah Pertanian) naik semua. Jumlah penduduk miskin di pedesaan turun
Jagung dulu kita impor 3,5 juta ton (2015). Sekarang ekspor 380.000 ton(2018). Ini kita diapresiasi dunia, bahkan wakil presiden Argentina datang ke Kantor Kementan. Dia bertanya, kenapa Indonesia bisa ekspor, padahal dulu kita impor jagung dari Argentina. Kenapa Jakarta stabil harga jagung, kami buat maping. Kami buat kabupaten di sekitar Jakarta menopang Jabodetabek. Inikan bagus. Yang begini tidak dilihat publik secara sistimatis.
Di bidang tata kelola keuangan, Kementan berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Komantar Anda?
Ini juga menarik WTP pertama dalam sejarah Kementan.Kita WTP tiga tahun berturut-turut 2016, 2017, 2018. Dulu ada banyak masalah, sekarang anti korupsi. Ada penghargaan antigratifikasi dari Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) dua tahun berturut-turut, 2017 dan 2018. Kita berlakukan di kantor tidak boleh ada pungli. Sekarang hasilnya, nilai investasi pertanian naik. Dulu Rp 29,3 Triliun (2013) sekarang sudah Rp 61,6 Triliun (2018). Ini naik sekitar 110,2 %. Tahun ini (2019) kita perkirakan nilai investasinya Rp 80 Triliun.
Indonesia sudah swasembada pangan dan mandiri pangan, tapi kenapa masih terjadi anomali harga pangan di pasar. Stok pangan berlimpah, tapi harga pangan tidak terjangkau, apa penyebabnya?
Aku ini urusan produksi. Urusan pasar bukan kita. Sekarang banyak produksi, itu terjadi disvaritas. ini distribusinya yang harus ditata. Contoh ayam. Harga di lapangan kemarin Rp 8.000 tapi di ujung harganya Rp35.000 sampai Rp40.000. Perbandingannya 400 %. Ini ‘middleman’ sistemnya harus ditata. Kita harus tata distribusinya. Fakta yang lain, sekarang beras berlimpah. Stok kurang lebih 2,4 juta ton di gudang. Tapi baru-baru ini saya dapat informasi harga beras naik. Logikanya dimana?
Bagaimana strategi Anda mengatasi persoalan ‘middleman’?
Midleman itu memang ada mafia. Sekarang mafia sudah banyak yang diproses hukum, ada 782 diproses hokum. Yang dipenjara 400. Mafia pangan itu, bukan hanya mafia beras, ada mafia bibit, mafia pupuk, mafia pestisida. Inikan kasihan petani, sudah keluarkanbiaya besar, ternyata bibitnya palsu, pestisidanya palsu. Petani bangkrut . Selama Kami di Kementan, tidak ada ampun lagi bagi mafia pangan yang menyengsarakan petani. Pokoknya gini, ada mafia yang main-main, Aku libas.
Dalam setiap aksinya, mafia pangan mampu meraup untung besar. Karena itu banyak pihak berharap agar para pelaku mafia pangan dihukum berat, Anda setuju?
Iya, sangat besar. Salah satu contoh yang kita ribut terus, bawang putih. Di Cina harga bawang putih Rp5600/kg – Rp6000/Kg. Disini (Indonesia) Rp50.000/kg – Rp70.000/kg. Inikan ngak benar. Masih Ingat tidak bulan puasa kemarin, aku langsung turun, aku beri tahu, barang siapa dari seluruh importir tidak mengendalikan harga bawang putih di pasar, aku akan blacklist seluruhnya. Alhamdulillah, tiga hari harga turun.
Aku bukan ancam saja. Sekarang sudah ada 56 blacklist importir. Kalau sudah di blacklist, tidak boleh lagi berbisnis di pertanian. Kalau kami tahu ada perusahaan yang sudah di blacklist bangun perusahaan baru, langsung kami tutup lagi.
Ini harus diberi pelajaran karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Dan itu orang kecil. Jangalah ruang ekonomi orang kecil diganggu. Masih banyak ruang bisnis lain yang tidak menggangun orang kecil
Apa benar, mafia pangan melibatkan perusahaan besar dan ada kartel?
Ya, inikan sudah ada yang diproses hukum.
Praktek mafia pangan sulit diberantas secara tuntas, salah satunya karena keterlibatan ‘oknum’?
Memang sulit. Tapi pemerintah tidak boleh kalah. Karena kita ini Negara. Alhamdulillah tiga tahu terakhir harga pangan stabil . Bukti bisa dilihat di angka inflasi yang dikeluarkan BPS.
Apa sanksi yang Anda berikan terhadap oknum Kementan yang terbukti terlibat atau ikut membantu mafia pangan?
Pasti aku langsung pecat. Sejak Aku menjadi menteri, sudah banyak yang Aku pecat dan demosi, jumahnya ada 1429 orang. Bukti sekarang Kementan sudah rapih, penghargaan anti gratifikasi kita dapat, WTP tiga tahun berturut-turut kita dapat. Kita bicara fakta.
Seperti apa modus oknum Kementan dalam membantu mafia pangan?
Biasanya modusnya, staf saya ditawari. Contoh mau impor bawang, staf saya ditawari macam-macam. Ada ditawari fee per kilo, itu memang ada.
Soal nasib petani, banyak muncul keluhan nasib petani yang tidak sejahtera dan jumlah petani yang terus menurun, Bagaimana Anda menyikapi nasib para petani?
Itu pandangan masalalu, sekarang sudah berubah. Di saat ini Pertanian 4.0. kita galakan, kita kemarin dapat penghargaan dari oraganisasi pertanian internasional, OpenGov Asia. Sekarang kita sudah mentranformasi pertanian tradisonal menjadi pertanian modern.
Salah satu langkah operasionalnya adalah alsintan (alat mesin pertanian) kita tingkatkan, 2000 % . Dulu 2013, Alsinta Indonesia hanya 0,04 horsepower/hektar (hp/ha). Kita genjot, sekarang mungkin sudah mencapai 1,68 – 2 hp/ha. Jepang 16 hp/ha, AS 17 hp.ha. Kenapa mekanisasi, mekanisasi ini menekan biaya produksi 50 %.
Misalnya dulu biaya panen Rp 2 juta, sekarang jadi Rp 1 juta. Juga tidak kalah pentingnya dulu panen manual, tradisonal pakai tangan 20 hari, sekarang pakai alsintan hanya butuh 3 jam. Ini luar biasanya pertanian modern, menekan biaya operasional, mempercepat tanam, panen dan seterusnya. Kemudian meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan planting indeks.
Terkait petani muda, sekarang ada pemuda tani kurang lebih 500 ribu orang, tergabung di Gempita (Gerakan Pemuda Petani Indonesia). Mereka tertarik karena teknologi, dia bisa nelpon sambil ngolah tanah. Kita bisa gunakan remote control dari pinggir sawah, bertani.
Bagaimana dengan pendidikan SDM Pertanian?
Kita ada pelatihan, ada advokasi, Polbantan (Politeknik Pembangunan Pertanian) ada 10. Ini nanti melakukan pelatihan. Ada PPL yang terlatih gunakan teknologi. Ada WAG, internet, bias cepat sampai ke petani. Kita tidak mungkin bersaing dengan Negara lain tanpa teknologi, tidak mungkin meningkatkan produksi hingga bisa ekspor tanpa teknologi.
Ada kritikan bahwa penerapan teknologi dalam pertanian selain berdampak positif, tapi ada juga dampak negatifnya. Satu diantaranya membuat para petani tersingkir dan diambil alih investor bermodal besar. Tanggapan Anda?
Harus dibalik pertanyaannya. Justru konsep kita sekarang sesuai arahan Presiden. Kalau ada investor itu melibatkan plasma. Petani dilibatkan. Pertama, petani kita edukasi. Kedua, perusahaan jadi avalis, penjamin untuk kredit petaninya. Jadi saling mendukung. Jangan plasma-plasmaan, harus plasma benaran. Kalau mendirikan pabrik, prosesingnya di desa, ini membuka lapangan kerja, ekonomi bergerak, meningkatkan kesejahteraan desa. Makanya presiden, oke ada perusahaan tapi lebih bagus lagi koperasi desa di korporasikan.