Bantul, Gatra.com - Sebelum fenomena post-truth atau pasca-kebenaran mengemuka dan marak belakangan ini di media sosial, karya-karya seni sesungguhnya sudah memantik soal itu. Pameran seni ‘Post Truth’ di RuangDalam Art House, Kasihan, Bantul, yang digelar sejak 15 Juli lalu mengingatkan dan menegaskan itu.
Delapan seniman terlibat di pameran ini. Karya Aan Arief, ‘Relax Session #1, yang pertama menyapa pengunjung. Karya cat minyak di kanvas 90 x 120 centimeter menyuguhkan ilustrasi pria berpakaian rapi di tepi kolam renang dan perempuan berenang di sana dengan latar belakang sebuah gunung.
Sepintas karya ini terasa realis, tapi setelah diamati beberapa bagian di lukisan itu terasa tidak pas, dengan garis warna yang bergeser. Pendekatan senada juga pada Relax Session #2, kali ini seorang pria di pinggir kolam renang.
Yon Indra justru mengaburkan antara karya seni dengan sebuah plang atau ikon suatu acara seni. Dia mengombinasikan flexy glass dan lempeng besi menjadi lingkaran berdiameter 1,2 meter dan menuliskan ‘ART’ hitam-besar di tengahnya. Di sekeliling karya berjudul ‘Diksi Art in Sicklus’ ini, ditulisan kata-kata yang berkaitan dengan dunia seni dalam warna putih.
Baca Juga: Jurus Komik Terbaru Mulyakarya
Tuan rumah RuangDalam Art House, Gusmen Heriadi, juga menyumbang karyanya, ‘Tarik Ulur’. Dalam kanvas 70 centimeter persegi, ia menorehkan lapis demi lapis lingkaran warna yang semakin ke tengah makin terang. Di pusatnya, seuntai tali merah menjuntai dengan tiap ujung masuk ke lingkaran putih di tengah karya itu.
Dalam perbincangannya dengan Gatra.com, Gusmen mengatakan karya itu responsnya atas fenomena sosial di era pasca-kebenaran. “Dalam hidup tidak harus saklek (kaku). Ada proses negosiasi dengan orang lain. Tapi sekarang orang gampang tersinggung. Padahal perbedaan pendapat itu biasa, apalagi kalau masing-masing punya kepentingan,” tutur Gusmen saat ditemui di sela pameran, Jumat (19/7).
Namun Gusmen menyerahkan ke audiens ihwal tawaran eksekusi karya seninya atas gagasan tersebut. Seperti setiap karya seni, lukisan di pameran ini cuma menegaskan kembali lontaran Gusmen tersebut, bahwa setiap karya memiliki ruang kebenarannya masing-masing.
Relasi seniman dan audiens beserta ruang kebenaran mereka barangkali bisa diwakili oleh karya ‘Self Potrait’ milik Iqi Qoror; dua sosok identik yang seperti saling menyatu dan hanya dibedakan kepala mereka yang berupa gumpalan warna. Seperti karya bermatra 110 x100 centimeter ini, isi kepala antara seniman dan penikmat seni bisa saja punya warna berbeda.
Baca Juga: 'Sihir Kata' Lima Milenial di Padepokan Bagong
Kurator pameran ini, Bayu Wardhana, menjelaskan ‘post truth’ dalam pameran ini dilihat dari kacamata seniman dengan ruang pemikirannya dan karya ciptaannya. “Tema ini sengaja dikemukakan untuk mengulik ruang kebenaran yang dieksplorasi oleh seniman dalam proses penciptaan karya seni; dan juga ruang respons audiens setelah karya itu tersaji,” tulis Bayu untuk pengantar pameran.
Menurutnya, kebenaran dapat lahir dari keyakinan ide yang kemudian sesuai dengan perwujudan karya seni yang diciptakan. Namun tak bisa dimungkiri subjektivitas individu seniman dapat menenggelamkan definisi kebenaran yakni sebagai kesesuaian ide dan realitas.
“Poinnya bukan itu, tapi pada post-truth dengan area lebih lebar, yakni audiens punya asumsi dan penilaian terhadap dinamika kebenaran ala seniman dan karya seni menjadi kuncinya,” ujar dia soal gagasan pada pameran yang digelar hingga 19 Agustus 2019 ini.