Jakarta, Gatra.com - Masyarakat Annti Korupsi Indonesia (MAKI) akan terus mengakukan praperadilan bahkan mungkin hingga 100 kali jika Kejaksaan Agung (Kejagung) belum juga menerima pelimpahan tahap dua tersangka kasus dugaan korupsi kondensat dari penyidik Bareskrim Mabes Polri.
"MAKI akan selalu gugat praperadilan jika Jaksa Agung belum menerima penyerahan tersangka dari Bareskrim. Jika perlu 100 kali gugat praperadilan," ujar Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, Sabtu (20/7).
MAKI kembali mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Jumat kemarin (19/7). Ini kali kelima MAKI mengajukan praperadilan karena Kejagung masih tidak mau menerima pelimpahan tahap dua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono dalam kasus dugaan korupsi Kondensat SKK Migas-PT TPPI.
"Gugatan sekarang ini ada hal baru yaitu Jaksa Agung tidak berlaku adil dibandingkan kasus korupsi PLN tersangka Nur Pamudji yang 2 hari lalu telah diterima pelimpahan tahap II, padahal P21 baru 2 minggu yang lalu," ujarnya.
Baca Juga: MAKI Praperadilan Tunggakan Kasus, Jaksa Agung: Jangan Digeneralisir
Penyidikan kasus dugaan korupsi kondensat sudah P21 pada Januari 2018, atau lebih dari setahun. Namun menurutnya, Kejagung ?tidak berlaku adil pada perkara korupsi Kondensat SKK Migas–PT TPPI apabila dibandingkan dengan penanganan perkara korupsi pengadaan BBM HSD di PLN 2010 oleh PT TPPI.
Dalam kasus BBM HSD tersebut, lanjut Boyamin, tersangkanya juga terdapat Honggo Wendratno. Namun Kejagung telah menerima pelimpahan tahap II atas tersangka Nur Pamudji meskipun tidak bersamaan dengan Honggo Wendratno.
"Kejaksaan Agung dalam kasus penanganan perkara korupsi Kondensat SKK Migas–PT TPPI sangat nyata berlaku diskriminatif dikarenakan memberikan syarat diserahkan tersangka harus bersama dengan Honggo Wendratno meskipun berkas perkara terpisah," ujarnya.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo, mengatakan, tidak keberatan jika MAKI akan terus mengajukan praperadilan soal kasus dugaan korupsi yang penanganannya dianggap mangkrak.
"Kalau katanya ingin dapat rekor MURI mengajukan praperadilan ke kejaksaan, silakan saja. Tapi mestinya gugatan praperadilan bukan untuk mengejar rekor MURI. Bentuk kontrol pada penegak hukum saya rasa itu bagus tapi tentunya perlu disadari bahwa penanganan perkara tidak bisa digeneralisir," katanya.
Menurut Prasetyo, pihak kejaksaan dalam penegakan hukum berangkat dari bukti dan fakta. Penegakan hukum tidak bisa target-targetan karena setiap perkara punya spesifikasi masing-masing. Ada faktor kesulitannya, ada hal-hal lain yang tentunya mempengaruhi proses penanganan suatu perkara.
"Yang mudah ya cepat selesai, yang sulit banyak faktor dan aspek yang harus di dalami, dilengkapi bukti-buktinya tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Silakan aja kalau mau proaktif, itukan hak, meskipun perlu dikaji lagi legal standingnya, bisa nggak untuk mengajukan gugatan praperadilan," ujar Prasetyo.
Kejagung menunggu pelimpahan barang bukti dan tersangka Raden Priyono dan Joko Harsono karena berkasnya telah dinyatakan lengkap (P21). Sedangkan satu tersangka lainnya, mantan Presiden Direktur PT TPPI, Honggo Wendratno, dinyatakan buron dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polri.
Baca juga: Kejagung Tunggu Pelimpahan 2 Tersangka Korupsi Kondensat
Untuk itu, Kejagung masih menunggu perkembangan koordinasi Polri dengan Interpol yang sedang memburu tersangka Honggo. Soal ini, Kejagung tidak ikut campur karena merupakan kewenangan Polri.
"Ya kita tunggu saja hasil mereka, karena kan yang komunikasi degan Interpol kan bukan kita, Polri. Kita komunikas dengan Polri," kata Prasetyo.
Kasus ini merugikan keuangan negara sejumlah US$ 2,716 milyar sesuai dengan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Polri menyangka Raden Priyono dan Joko Harsono melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.