Home Politik Proyek Utang Indonesia dari AIIB Belum Lindungi Masyarakat

Proyek Utang Indonesia dari AIIB Belum Lindungi Masyarakat

Jakarta, Gatra.com – Indonesia memiliki proyek utang dengan Asian Infrastuture Investment Bank (AIIB) dalam pembangunan infrastruktur. Peneliti dari the Indonesian Legal Resource Center, Siti Aminah, menilai proyek utang tersebut belum menjamin perlindungan (safeguard) atas hak masyarakat yang terkena imbas pembangunan.

“AIIB tidak hanya bertugas mendanai, tetapi juga melindungi dampak yang terjadi saat pembangunan terutama pada kelompok rentan yakni masyarakat. Sistem hukum di Indonesia, masih tergolong lemah dan belum mengikuti standar sistem hukum bank yang sudah kuat seperti World Bank maupun Asian Development Bank (ADB),” katanya saat diskusi di Jakarta Pusat, Jumat (19/7).

Siti Aminah yang tergabung dalam Civil Society Organization (CSO) bersama dengan Walhi dan Kiara, serta lembaga lainnya menganggap, ada dua masalah yang tengah disoroti terkait proyek utang Indonesia dengan AIIB.

“Pertama, masalahnya adalah AIIB sebagai bank yang memberikan utang ini belum kredibel dengan tidak adanya kantor tetap di Beijing. Sehingga, AIIB tidak bisa menjadi monitor dan dapat dipercaya untuk bertanggung jawab. Pemerintah Indonesia juga tidak memberikan konsultasi publik dua arah. Hanya sosialiasi mendadak rumah atau lahan warga, akan digusur untuk proyek pembangunan,” ujarnya.

Dikatakan, selain dapat menghilangkan hak tempat tinggal masyarakat setempat, proyek utang yang masih tidak memiliki kejelasan sistem hukumnya, ini dikhawatirkan juga bisa merusak aspek-aspek lingkungan.

“Masalah lainnya pun dikaji dari sisi dampak terhadap lingkungan. Peraturan Presiden (Perpres) No.3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, malah memangkas Izin Lingkungan yang diharuskan terbit dalam waktu 60 hari,” kata Juru Kampanye Nasional Walhi, Edo Rakhman.

Edo menyebut, munculnya Online Single Submission (OSO) untuk pengurusan perizinan secara online juga semakin menambah persoalan. Sebab, OSO diduga bisa memberikan perlakuan khusus dengan menerbitkan Izin Lingkungan tanpa harus memenuhi komitemen atau kewajiban terlebih dulu.


“Jadi, saya rasa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) hanya akan menjadi formalitas semata. Masalah dampak, mitigasi dan peran masyarakat tidak menjadi hal substansi,” katanya.

311

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR