Home Ekonomi Bujangseta ala Kementan, Ini Dampaknya di Peningkatan Harga

Bujangseta ala Kementan, Ini Dampaknya di Peningkatan Harga

Batu, Gatra.com - Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) tengah mengembangkan metode Bujangseta alias “buah berjenjang sepanjang tahun” pada tanaman jeruk. Dengan tiga metode perubahan perlakuan pada batang jeruk, maka hasil panen bisa ditingkatkan mencapai delapan kali per tahun dengan biaya lebih sedikit.

Pertama, manajemen kanopi. Artinya tanaman dipotong membentuk kanopi. Tujuannya agar sinar matahari optimal diserap sebanyak mungkin area daun.

Kedua, manajemen nutrisi. Nutrisi terkait dengan air dan terutama pupuk. Di sini, petani diminta melakukan bergantian antara pupuk padat dan cair. Saat kondisi air sedikit, maka lahan dibahasi dengan pupuk yang dicairkan. Sementara saat musim hujan, bisa tetap digunakan pupuk padat.

Baca Juga: Stabilitas Harga Jeruk Lewat Metode Bujangseta

Ketiga, pengendalian hama. Metode bujangseta terbukti bisa menghasilkan panen mencapai 6-7 kali dalam satu tahun. Maka, peluang muncul hama lebih besar.

“Ini kabar gembira. Sebagai supplier, kami tahu bahwa yang dibutuhkan buyer adalah 3K: kontinuitas, kualitas, dan kuantitas. Saya menambahkan poin keempat, kreativitas. Maka bujangseta ini penting. Dengan itu, tiap saat pasar butuh jeruk, kita lalu bisa menyediakan. Dengan ada bujangseta saya yakin harga jeruk bisa stabil,” sebut Ketua Kontak Bisnis Hortikultura Indonesia, Muhammad Maulud di Batu, Jawa Timur (Jatim), Jumat (19/7).

Dalam acara Bincang Asyik Pertanian Indonesia (BakPIA) yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) tersebut, pria yang akrab disapa Ilud itu lantas menjelaskan lebih jauh maksudnya. Dia mencontohkan jeruk yang berasal dari Medan, ada di harga Rp4.000. Begitu dikirim ke Jakarta, harga naik jadi Rp14.000. Masuk ke supermarket bisa melonjak pula jadi Rp24.000. Dengan demikian, harga ideal di petani Rp5.000 sudah cukup baik. Mengingat break event point (BEP) ada di level Rp2.000-3.000.

Baca Juga: Kementan dan Polri Siapkan Pedoker Pengawasan Pangan

Selain itu, Ilud juga berencana melakukan konsep sentra. Bagaimana buah dikelompokkan dalam grade masing-masing, mengingat tiap grade memiliki pasar sendiri. Misalnya grade A bisa untuk ekspor. Lalu yang grade C bisa diolah untuk minuman kemasan.

“Kalau bujangseta terlaksana di seluruh Indonesia, lalu sistem sentra juga jalan, tinggal memikirkan tata niaga jeruk saja,” imbuhnya.

Bujangseta saat ini baru dilakukan uji coba skala petani di Banyuwangi saja. Ke depannya, Balitbang berencana menggandeng Ditjen Hortikultura untuk bisa mengenalkan metode positif ini ke seluruh Indonesia.

Baca Juga: Ada Riau Hijau di APBD 2020

“Hampir semua pemeliharaan jeruk kita ini kurang. Tanpa pemeliharaan bagus, tidak akan bisa menghasilkan apa-apa. Maka kita butuh dukungan ditjen teknis, Pemda, dan semua pihak lain. Kita negara tropis. Tanaman kita bisa berbuah sepanjang tahun,” jelas Kepala Balitbang Kementan, Fadjry Djufry. Pihaknya bertekad tahun depan sudah mengaplikaskan metode ini melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang tersebar di seluruh Indonesia.

Jeruk juga sangat berpeluang untuk ditingkatkan ekspornya. Di sejumlah kebun percobaan (KP) di Batu, jeruk jenis keprok yang banyak ditanam. Varietas yang memiliki rasa agak asam ini ternyata diminati oleh pasar Eropa. Walau memang pasar dalam negeri kebanyakan lebih suka jenis siem yang memang manis.

“Jadi nanti bukan lagi kita mencari buyer, tapi kita membuka link di market yang disasar. Misalnya buka di Cina. Jadi mereka mau pesan jeruk kita lebih mudah,” tambah Ilud.

 

 

 

769