Jakarta, Gatra.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat terkait suap perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
Keduanya adalah Hakim Ketua dalam perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar) Machri Hendra dan Hakim Anggota PN Jakbar Ivonne Maramis. Mereka akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Aspidum Kejati DKI Jakarta, Agus Winoto.
"Saksi-saksi akan dimintai keterangan untuk tersangka AGW (Agus Winoto)," ujar Juru Bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (19/7).
Selain dua hakim itu, juga turut dipanggil Francis Cahyadi (karyawan swasta), dan ibu rumah tangga atas nama Susan Limena. Keduanya juga akan diperiksa untuk tersangka yang sama, Agus Winoto.
Sementara satu saksi lainnya merupakan penyidik pembantu pada Polda Metro Jaya, Fajar Setiyawan. Namun Fajar akan dimintai keterangan untum tersangka lainnya yakni advokat Alvin Suherman (AVS), pengacara Sendy Perico.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Aspidum Kejati DKI Jakarta, Agus Winoto sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap senilai Rp200 juta terkait penanganan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ia ditersangkakan bersama seorang advokat Alvin Suherman (AVS) dan Sendy Perico (SPE) dari pihak swasta.
Duduk perkaranya bermula saat Sendy melaporkan seorang pihak terkait dalam kasus penipuan dan melarikan uang investasi senilai Rp11 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Namun saat proses persidangan tengah berlangsung, Sendy dan pihak yang dituntutnya memutuskan untuk berdamai. Usai proses perdamaian rampung, pihak yang dituntut Sendy meminta agar tuntutannya dikurangi menjadi satu tahun.
Kemudian Alvin Suherman selaku pengacara menyiapkan uang Rp200 juta serta dokumen perdamaian. Proses penyerahan syarat-syarat itu terlaksana Jumat, 28 Juni 2019. Pasalnya, rencananya pembacaan tuntutan akan dilakukan pada Senin 1 Juli 2019.
Singkat cerita, Suherman menemui jaksa Yadi Herdianto untuk menyerahkan kantong kresek berwarna hitam yang diduga berisi uang Rp200 juta dan dokumen perdamaian. Usai menerima uang haram itu Yadi menuju Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menggunakan taksi dan menyerahkan uangnya kepada Agus Winoto. Agus selaku Aspidum yang memiliki kewenangan untuk menyetujui rencana penuntutan dalam kasus ini.
Atas perbuatannya Agus dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Alvin dan Sendi disangka melanggar pasal pemberi suap Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.