Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih pertanyakan tudingan TPF soal kewenangan secara berlebihan (excessive use of power) yang dilakukan oleh penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Sebelumnya dalam satu anggota Tim Pencari Fakta (TPF), Nur Kholis dalam pemaparan hasil pemeriksaan menyatakan Novel melakukan kewenangan secara berlebihan (excessive use of power). Sehingga menimbulkan serangan balik atau balas dendam dari kasus yang ditangani Novel sebagai penyidik lembaga antirasuah.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan bahwa istilah "excessive use of power' yang dimaksud merupakan persepsi dari pelaku penyerang novel. Padahal tim juga mengatakan pelaku sendiri belum tertangkap apalagi diperiksa.
"Mengambil kesimpulan itu atau itu hanya diambil sebagai kesimpulan yang dasarnya kita tidak tahu," ujar Febri di Gedung KPK, Kamis (18/7).
Febri memastikan dalam penanganan enam perkara korupsi yang menjadi penyebab penyerangan terhadap Novel, dilaksanakan sesuai prosedur hukum.
"Tidak hanya satu satgas, dan tidak hanya di penyidikan, ada penyelidik dan ada penuntut, dan semuanya sudah berkekuatan hukum tetap. tidak ada istilah excessive use of power," terangnya
Sebelumnya, TPF menyebutkan ada enam indikasi kasus yang pernah ditangani Novel, menjadi motif balas dendam dengan melakukan penyiraman air keras tersebut. Yakni kasus E-KTP, kasus Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar, kasus Sekjen Mahkamah Agung Nurhadi, kasus suap Bupati Buol Amran Batalipu, kasus korupsi Wisma Atlet, dan kasus sarang burung walet.