Jakarta, Gatra.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat definisi neraca berjalan perdagangan Indonesia sepanjang satu semester (Januari-Juni 2019) mencapai US$1,93 miliar. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo menyatakan bahwa defisit neraca perdagangan tersebut harus menjadi perhatian bersama dan perlu dipikirkan langkah-langkah solusinya dalam jangka pendek dan menengah.
"Dalam jangka pendek, solusi yang sangat memungkinkan adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan ekspor. Khususnya adalah dari hasil hutan kayu karena bahan baku seutuhnya tersedia di dalam negeri di mana kandungan lokal 100% dan tidak perlu impor barang modal," katanya saat ditemui di Gedung Manggala Wanabakti, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).
Indroyono menjelaskan bahwa kinerja pengusahaan hutan sektor hulu semester pertama tahun 2019 menunjukkan adanya kenaikan produksi kayu dari hutan alam sebesar 7,65% dibandingkan tahun lalu. Namun, tambahnya di hutan tanaman terjadi penurunan tipis sebesar 7,94%.
"Permintaan kayu Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk industri pulp diperkirakan akan terus meningkat sampai akhir tahun sehingga akan menggairahkan kembali industri hulu kehutanan. Kami optimis dan memproyeksikan kinerja produksi kayu hutan tanaman industri dan melebihi produksi kayu tanaman pada 2018," katanya.
Menurutnya, adanya penurunan permintaan kayu olahan dunia terutama plywood dan woodworking di mana pasokannya terutama dari hutan alam ini berpengaruh pada penurunan nilai ekspor panel sebesar 16,32% dan woodworking di angka 18,42%. Akibat menurunnya produksi plywood dan woodworking berpotensi pada permintaan kayu bulat di pasar domestik.
"Dengan adanya penurunan demand kayu bulat tersebut berakibat pada menurunnya harga kayu bulat di dalam negeri sehingga mengakibatkan UPHHK-HA mengalami kesulitan pemasaran dan stok kayu bulat hutan alam banyak menumpuk di tempat penimbunan kayu di hutan. Turunnya harga kayu bulat saat ini yang mencapai 1,2 juta rupiah/m3 bahkan lebih rendah dari biaya produksi yang saat ini rata-rata sebesar 1,7 juta rupiah/m3 akibat jarak hauling yang semakin jauh," katanya.