Jakarta, Gatra.com - Pengacara Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ikhsan Abdullah membantah tuduhan pemerasan sertifikasi halal. Ia menegaskan, MUI tak menerima uang satu sen pun dari pihak manapun dalam proses pemberian sertifikat itu.
Diketahui, warga negara Jerman, Mahmoud Tatari melaporkan warga negara Selandia Baru, Mahmoud Abu Annaser dan MUI atas dugaan pemerasan uang untuk sertifikat halal perusahaannya, Halal Control GmbH, sebesar 50 ribu Euro atau Rp780 juta.
"Enggak ada keterlibatan menerima upah satu sen pun dan itu tadi sudah dikemukakan di gelar perkara semua yang hadir di dalam. Bahwa tidak ada uang satu sen pun yang mengalir ke MUI," kata Ikhsan saat ditemui selepas gelar perkara di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (18/7).
Selain membantah adanya aliran dana masuk, Ikhsan juga menyanggah pernyataan pengacara Tatari, Ahmad Ramzy yang menyebut adanya pertemuan antara Tatari, Annaser dan Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan MUI, Lukmanul Hakim.
"Bukan pertemuan di Bogor. Terjadi saat mereka datang, di bawa ke Indonesia, mereka ketemu di Botani Square, warga negara dua itu, dan dia dibawa ke tempat Pak Lukman sedang bermain bulu tangkis. Artinya, kalau memang ada kesengajaan bertemu bukan di tempat bulutangkis," jelas Ikhsan.
Adapun bukti transfer yang bernilai 50 ribu Euro untuk perpanjangan sertifikat halal, Ikhsan membantah itu bukan ditujukan ke MUI, namun ke Annaser yang disebut sebagai konsultan Tatari.
"Itu surat itu, ada surat transfer yang dilakukan Muhammad Tatari dari Jerman kepada Abu Nazar (Annaser). Dan bunyi transfernya itu, deskripsinya, adalah fee consulting, artinya bayaran konsultan," tutur dia.
Ikhsan menambahkan, bukti transfer itu disertakan invoice pembayaran konsultan. Bersamaan dengan itu, Ikhsan menyebut Tatari menerima surat perpanjangan sertifikat halal.
"Kemudian ada invoice yang diterbitkan oleh Muhammad Abu Nazar (Annaser) kepada Tatari, menerima uang 50 ribu Euro di invoice sebagai pembayaran konsultan. Ya kalau dia menipu,tidak ada dong invoice. Selanjutnya, selain ada invoice, ada consultan fee, mereka terima, sudah ada surat perpanjangan [halal]nya. Bagaimana menipunya?" tanya Ikhsan.
Ikhsan menambahkan, dugaan pemerasan itu murni perbuatan Tatari dan Annaser. "Ini adalah murni perbuatan yang dilakukan oleh warga negara asing, yaitu Muhammad Tatari dengan Muhammad Abu Nazar (Annaser). Yang satu warga negara Jerman, yang satu warga negara Selandia Baru," tukasnya.
Sebelumnya, pengacara Tatari, Ahmad Ramzy hadir di Bareskrim Polri untuk melakukan gelar perkara terkait kasus dugaan pemerasan uang sertifikat halal. Ramzy menjelaskan, pelaporannya ke Bareskrim Polri sebagai langkah baru setelah sejak 2017 kasus tersebut tak ditindaklanjuti oleh Polres Bogor.
Kasus itu sendiri terjadi pada 2016. Meski sempat menolak untuk membayar permintaan Annaser, Tatari tetap mengirimkan uang tersebut dan mendapat sertifikat halal.
Namun selang setahun, Tatari kembali diminta Annaser untuk melakukan perpanjangan sertifikat dengan nominal yang sama. Padahal, masa berlaku sertifikat jelas tertulis untuk dua tahun.