Jakarta, Gatra.com - Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Purwadi Soeprihanto, mengatakan, pihaknya meminta pemerintah dan DPR untuk menunda pengesahaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan. RUU ini rencananya akan disahkan pada September mendatang.
Purwadi di Kemeterian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jakarta, Pusat, Kamis (18/7), mengatakan, RUU ini jangan buru-buru disahkan karena terdapat ketidaksinkronan, ketidakpastian usaha, dan ekonomi biaya tinggi akibat tumpang tindih kewenangan dalam proses pendaftaran tanah.
Selain itu, lanjut Purwadi, beberapa pasal RUU ini menyinggung kawasan hutan yang sudah diatur UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan secara yuridis substansi UU Kehutanan juga telah diperkuat dengan TAP MPR No. IX/MPR/2001.
Baca juga: Walhi Nilai RUU Pertanahan Belum Sesuai Semangat Perubahan
Menurut Purwadi, ada empat pasal yang menimbulkan ketidakkonsistenan dan membingungkan dalam RUU Pertanahan. Selain itu, pengertian dalam pasal-pasal tersebut juga belum menyinggung perihal aturan terkait dengan batasan 'kawasan'.
"Dalam Pasal 23, 63, 64, dan 66 harus mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan untuk mengatur perihal kawasan yang dapat dijadikan sebagai tata ruang dan objek pendaftaran tanah serta penetapan wilayah konsensi kehutanan," katanya.
RUU Pertanahan ini disusun untuk menyempurnakan UU Nomor 5 Tahun 1960 sehingga harus mengacu pada TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Oleh sebab itu, RUU Pertanahan harus fokus pada Keagrariaan dan Tanah.
Baca juga: Pembahasan RUU Pertanahan Tak Perlu Buru-buru
"Sementara untuk pengelolaan SDA termasuk hutan, hendaknya tetap dikelola lex generalis [bersifat umum] sesuai UU Nomor 41 Tahun 1999 sebagai UU sektor. Artinya, terkait kawasan hutan, tidak hanya mengatur perihal pertanahan saja, tetapi juga ekosistem hutan [flora dan fauna], pengelolaannya berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK]," ujarnya.
Karena itu, kata Purwadi, RUU ini harus memperjelas batasan kawasan terkait hutan yang pengelolaannya berada di KLHK.