Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof. Mardjono Reksodiputro menyampaikan perlunya mendorong keadilan restoratif dalam pembaruan hukum pidana di Indonesia.
Dasar pemikiran keadilan restoratif menurut Mardjono adalah negara turut bersalah dalam terjadinya setiap kejahatan yang dilakukan dan yang menimpa warganya.
Mardjono menjelaskan, saat ini sistem peradilan pidana (SPP) di Indonesia, korban, dan orang yang selamat dari suatu kejahatan seringkali terlupakan. Agar SPP memerhatikan korban, Mardjono menyatakan perlu adanya hukum acara yang mengatur victim impact statement (VIC) dalam sidang peradilan.
"Dengan memerhatikan VIC ini, hakim dapat memberikan kompensasi atau restitusi (ganti-rugi dari pelaku)," ujar Mardjono dalam Seminar Nasional "Mendorong Restorative Justice dalam Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia", di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pancasila, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta, Rabu (17/7).
Untuk menciptakan keadilan restoratif dalam proses hukum, Mardjono memamparkan beberapa saran yang perlu diterapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Ada beberapa saran yang saya ajukan. Dari pendekatan pelaku: pertama, pemerintah harus mencegah warga masyarakat untuk menjadi korban kejahatan; kedua, pemerintah harus menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas karena keadilan ditegakkan; ketiga, pemerintah harus mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangin kembali kejahatannya," jelasnya.
"Selanjutnnya dari aspek korban, Pemerintah harus memberikan kepada korban hak kompensasi dan restitusi serta melindunginya dari menjadi korban kembali," demikian Mardjono.