Medan, Gatra.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI mencopot Yulhasni dari jabatannya sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut periode 2018-2023. Pencopotan itu ditegaskan dalam amar putusan DKPP RI atas pengaduan Rambe Kamarul Zaman selaku anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.
Selain Yulhasni, DKPP juga menjatuhkan sanksi terhadap enam Komisioner KPU Sumut lain yakni Benget Silitonga, Ira Wirtati, Herdensi, Mulia Banurea, Syahfrial Syah dan Batara Manurung. Benget dicopot dari jabatannya sebagai Koordinator Divisi Teknis KPU Sumut. Sementara Komisioner KPU Sumut lain, diberi peringatan keras.
Baca Juga: DKPP Minta KPU dan Bawaslu Serius Proses Rekapitulasi Hasil Pemilu
Bahkan, DKPP juga menjatuhkan sanksi kepada Famataro Zai yakni dicopot jabatannya dari Ketua KPU Nias Barat. Sedangkan empat Komisioner KPU Nias Barat lain juga turut diberikan sanksi peringatan keras. Terakhir, Komisioner KPU RI, Evi Novida Ginting Manik juga diberikan peringatan. Seluruh para penyelanggara tersebut berstatus teradu di laporan tersebut.
Putusan dengan Nomor: 114/PKE/DKPP/VI/2019 itu di rapat plenokan oleh 7 anggota DKPP RI dan dibacakan dalam sidang kode etik terbuka oleh Muhammad, Teguh Prasetyo, Alfitra Salam dan Ida Budhiati masing-masing selaku anggota DKPP pada Rabu (17/7) siang.
Baca Juga: Dua Anggota Diberhentikan, KPU Akan Rombak Posisi Jabatan
Dikutip dari salinan putusan DKPP, kasus yang berawal dari saling tuding penggelembungan suara tersebut dicoba diselesaikan oleh KPU Sumut dengan meminta agar KPU Nias Barat melakukan penghitungan ulang dengan membuka kotak suara.
Hal ini justru dianggap sebagai bentuk keberpihakan oleh salah satu caleg yakni Rambe Kamarul Zaman dan diadukan hingga ke DKPP. Menurutnya aksi yang dilakukan oleh KPU Sumut dan jajarannya tersebut merupakan bentuk keberpihakan kepada lawannya Lamhot Sinaga yang hanya melaporkan dugaan penggelembungan tanpa disertai bukti.
Baca Juga: DIcopot dari Jabatan di KPU, Evi: Kita Hormati DKPP
Terlebih pengaduan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh KPU Sumut dengan mengeluarkan surat resmi nomor: 368/PL.02.4-SD/12/Prov/V/2019 yang berisikan perintah untuk melakukan pemeriksaan/kroscek data hasil rekapitulasi tingkat Kecamatan (formulir DA1-DPR dan formulir DAA1-DPR) dengan formulir C1-DPR Hologram atau formulir C1-DPR Plano di 3 (tiga) Kecamatan yaitu Lahomi, Lolofitu Moi, Mandrehe.
Ironisnya, DKPP sepertinya tidak melihat hasil dari putusan sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga sempat menggelar sidang atas perkara ini. Dalam sidang , KPU membantah adanya penggelembungan suara kepada Lamhot. Yang ditemukan justru adanya penggelembungan suara untuk Rambe.
Baca Juga: DKPP Minta KPU dan Bawaslu Serius Proses Rekapitulasi Hasil Pemilu
Dalam putusannya DKPP tetap menyebutkan langkah yang ditempuh oleh KPU Sumut dalam menindaklanjuti pengaduan dugaan penggelembungan suara tersebut sebagai langkah yang melanggar kode etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Tak hanya itu, menurut DKPP, pemberian sanksi tersebut juga dikarenakan para teradu tidak menghadiri panggilan sidang acara cepat yang dilaksanakan Bawaslu Sumut pada saat berjalannya rekapitulasi tingkat provinsi di Kota Medan terkait laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang menjadikan para teradu sebagai pihak terlapor.
Baca Juga: Sidang DKPP Dinilai Belum Sentuh Substansi Pemilu
Sebelumnya, Rambe Kamaru Zaman membuat pengaduan ke Bawaslu Sumut atas dugaan penggelembungan suara di Kabupaten Nias Barat yang diduga diuntungkan Lamhot Sinaga.
Komisioner KPU Sumut Mulia Banurea saat dikonfirmasi membenarkan isi putusan DKPP tersebut. Ia pun mengatakan saat ini dirinya enam kolega lainnya itu masih di Jakarta menghadiri persidangan tersebut. Sedangkan Yulhasni saat dikonfirmasi mengatakan akan menghormati putusan tersebut. "Kita hormati dan kita laksanakan (putusan) itu," ucapnya.