Jakarta, Gatra.com - Hakim Konstitusi Arief Hidayat, mengatakan pertimbangan utama dalam mengambil putusan hakim MK diantaranya menunjukkan bukti adanya surat, dokumen atau tulisan, tidak sekadar keberadaan saksi.
Penjelasan Arief itu dikemukakan dalam persidangan sengketa Pileg di gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (17/7).
Ketika kuasa hukum caleg DPD Faisal Amri, Muhammad Habibi pada perkara hasil pemilu legislatif DPD Provinsi Sumatra Utara, dalam sidang, meminta supaya MK memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghadirkan surat dokumen C1 atau formulir penghitungan suara.
Habibi mengungkapkan keterangan dari Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon, tidak jelas karena tak menghadirkan dokumen C1.
Mendengar keterangan Habibi, Arief menilai, kuasa hukum tak seharusnya mengajukan permintaan tersebut, karena ada atau tidaknya form C1, akan menjadi hak dan pertimbangan MK untuk melakukan penilaian atau memutuskan suatu perkara.
"Kalau nggak menghadirkan C1 kan malah keuntungan saudara, kenapa saudara jadi repot," kata Arief menimpali.
Arief menegaskan bahwa dalam perkara konstitusional, dokumen berupa surat atau tulisan menjadi petimbangan utama Mahkamah dalam mengambil keputusan.
Berbeda dengan perkara pidana yang mengutamakan keterangan saksi ketimbang dokumen surat atau tulisan.
Menurut Arief, ketentuan tersebut telah tertuang dalam undang-undang serta Peraturan MK.
"Dalam perkara pidana yang diletakan paling atas itu, namanya saksi yang melihat yang mendengar, tapi dalam perkara PHPU yang diletakan yang paling atas adalah surat atau tulisan. Keberadaan saksi itu di bawah," ujarnya.