Wawancara Khusus
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Eko Putro Sandjojo:
Dana Desa Bisa untuk Membangun Infrastruktur yang Sangat Masif
GATRAreview.com - Sejak tahun pertama Pemerintahan Presiden Joko Widodo pada 2014 lalu, dana desa digelontorkan ke 74.957 desa. Hingga tahun ke empat total dana desa yang sudah dikucurkan mencapai Rp257 triliun. Pemerintah Desa memanfaatkan dana desa untuk membangun infrastruktur desa mulai dari jalan, jembatan, fasilitas untuk dan fasilitas kesehatan. Hasilnya sejumlah desa yang tadinya merupakan desa tertinggal bertransformasi menjadi desa mandiri.
Untuk mengetahui lebih jauh terkait dana desa, termasuk kendala yang dihadapi, Tim Gatra Review mewawancarai Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo. Wawancara berlangsung santai dan akrab di ruang kerja Eko di Lantai 2 Gedung Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di Kalibatan, Jakarta Selatan. Berikut kutipannya:
Pemerintah mengucurkan dana desa, bagaiamana penyerapan dana desa?
Kita tahu sejak empat tahun yang lalu pemerintahan Presiden Joko Widodo menggelontorkan dana desa. Dalam waktu lima tahun ini besarnya mencapai Rp257 triliun, Sampai akhir tahun lalu dana desa yang sudah terserap Rp187 triliun. Tahun ini sebesar Rp70 triliun lagi.
Apa kendala yang dihadapi?
Awal-awalnya kita memang menemui kendala, karena 60% lebih dari Kepala Desa itu cuma tamatan SD dan SMP. Bayangkan bagaimana mereka harus mengelola keuangan negara yang accounting system-nya begitu complicated. Jadi yang terserap di tahun 2015 itu cuma 82%, dan tiada hari tanpa berita persoalan dana desa. Ada sisi positifnya juga, orang jadi aware dengan penggunaan dana desa.
Gegara dana desa, sejumlah kepala desa tersangkut korupsi penggunaan dana desa. Kenapa ini bisa terjadi?
Sebetulnya banyak Kepala Desa yang disinyalir bermasalah itu tidak melakukan korupsi atau penyimpangan, tapi karena ketidaktahuan administratif saja. Misalkan, setiap kepala desa diwajibkan untuk memberikan laporan dan laporannya harus diaudit. Kalau laporannya sudah diaudit dan hasil auditnya sudah diterima, barulah dana desa tahap berikutnya bisa digelontorkan. (Audit) itu karena untuk tata kelola, tapi kenyataannya banyak masalah karena Kepala Desa tidak biasa membuat perencanaan.
Katakanlah karena tidak ada knowledge-nya, contohnya dia (kepala desa) berencana membuat jalan desa sepanjang 100 meter, biayanya dianggarkan Rp50juta. Tapi ternyata karena ketidakpengalamannya, banyak faktor yang belum dimasukkan ke dalam rencana anggaran tersebut. Dalam pelaksanaannya, uang sudah dispent Rp50 juta, tapi jalannya belum jadi, karena ini belum dimasukkan dan sebagainya.
Itu dilema, kalau pembangunan jalan tidak diteruskan akan jadi temuan karena dianggap merugikan keuangan negara. Tapi kalau diteruskan biayanya lebih dari anggarannya. Padahal memang anggarannya yang tidak wajar, terlalu kecil. Contoh kejadian semacam itu yang banyak masalah, sehingga para kepala desa terkena kasus hukum, padahal mereka tidak melakukan korupsi.
Persoalan lain misalnya, setiap desa diwajibkan untuk membayar pajak. Katakanlah membeli semen Rp50.000, pengeluaran pajaknya 10% atau Rp 5000. Jadi total biaya yang dikeluarkan Rp55.000. Kenyataannya, toko-toko material di desa itu tidak ada yang mengeluarkan faktur pajak. Kepala desa harus bayar lagi pajak, tapi bon pembelian semen itu cuma Rp50.000. Padahal desa mengeluarkan Rp55.000. Ada Kepala Desa yang kreatif dengan membuat bon ‘palsu’, padahal tidak nyolong itu hanya untuk nyocokin aja. Atau ada kepala desa tidak melakukan apa-apa sehingga antara temuan bon dan faktur beda, itu juga banyak ditemui. Jadi kasus-kasus semacam itu yang banyak.
Sempat muncul usulan agar program dana desa ditinjau ulang karena dianggap gagal. Apa benar seperti itu?
Karena banyak masalah, banyak orang menyarankan supaya dana desa direview lagi, dihentikan dulu. Tapi Pak Jokowi pendekatannya beda. Beliau mengatakan Kita harus pastikan dan bantu mereka supaya bisa. Makanya saya diminta untuk merekrut lebih banyak pendamping desa, kita rekrut waktu itu 40.000 orang pendamping desa, Kita juga libatkan kepolisian karena kepolisian punya Babinkamtibmas khusus buat desa. Kita libatkan Kejaksaan untuk lakukan penyuluhan karena Kejaksaan juga punya jaksa sampai di Kabupaten.
Dan ternyata beliau benar, dengan didampingi penyerapan dana desanya itu, tahun berikutnya walaupun diberikan dua kali lipat, naik penyerapannya dari 82% menjadi 97%. Dan yang membanggakan, selain tata kelolanya baik, penyerapannya bisa baik.
Dana desa ada yang digunakan untuk membangun infrastruktur desa. Apa saja infrastruktur yang dibangun desa?
Dana desa bisa untuk membangun infrastruktur yang sangat masif yang belum pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Misalnya membangun jalan sepanjang 191.000 km, bangun jembatan sepanjang satu juta meter. Mungkin sampean juga agak bingung, apa bener dibangun jalan sepanjang 191.000 km, itu kan panjang bener tuh, empat kali ngelilingin bumi. Tapi Indonesia memang negara besar, kita punya hampir 75.000 desa, tepatnya 74.957 desa. Jadi 191.000 itu kalau dibagi 75.000, hasilnya cuma 600 meter jalan untuk setiap desa. Itu kecil, masih butuh lebih banyak jalan lagi. Selain itu membangun satu juta unit air bersih, 250.000 toilet umum, karena desa membutuhkan lebih dari lima juta toilet umum, jadi 250.000 toilet, walaupun kelihatannya banyak, masih kurang.
Apa dampak positif dari dana desa bagi perekonomian desa?
Ternyata dalam empat tahun ini, pendapatan ekonomi desa, pendapatan masyarakat desa, itu pertumbuhannya bisa tidak kalah dengan masyarakat kota. Walaupun absolutnya masih kalah, tapi pertumbuhannya tidak kalah. Dalam empat tahun terakhir ini pendapatan masyarakat desa bisa naik hampir 50%. Dari Rp574.000 per kapita per bulan, tahun lalu sudah bisa Rp804.000 perkapita perbulan.
Kita lihat persoalan paling besar di indonesia adalah stunting. Gara-gara stunting, kekurangan gizi, banyak anak-anak kita yang tidak bisa sekolah lebih dari kelas 4 dan 5 SD. Nah dengan terbangunnya puluhan ribu sekolah PAUD, (Pendidikan Anak Usia Dini), Polindes (Pondok Bersalin Desa), Posyandu, sarana air bersih, toilet, itu kan jadi sanitasinya menjadi lebih bagus. Penyuluhannya jadi lebih bagus, kita berhasil menurunkan stunting dari 37,2% di tahun 2013, tahun lalu (2018) menjadi 30,8%. Angka ini masih tinggi, tapi juga penurunan 7% itu penurunan tertinggi yang tercatat di dunia dalam kurun waktu tersebut.
Kita bisa mengurangi angka pengangguran, sekarang pengangguran di desa, itu cuma separuhnya dari pengangguran di kota. Kita bisa mengurangi gini ratio. Gini Ratio di desa itu jauh lebih kecil dari pada di kota. Jadi banyak hal yang kalau ini kita bisa pertahankan, saya yakin dalam waktu yang tidak lama lagi Indonesia akan bebas dari desa-desa tertinggal. Di tahun 2014 itu indonesia mempunyai lebih dari 20.000 desa tertinggal, pemerintah Pak Jokowi ditargetkan hingga akhir tahun ini harus mampu mengentaskan 5000 desa tertinggal.
Berapa banyak desa tertingal yang berhasil diubah menjadi desa mandiri melalui dana desa?
Alhamdulillah karena dikeroyok ramai-ramai dari kementerian, pengusaha, dan perbankan, awal tahun lalu menurut sensus BPS (Badan Pusat Statistik), kita sudah bisa mengentaskan 6500 desa tertinggal dari target 5000 desa, jadi target sudah tercapai. Kita juga berhasil menciptakan 2700 desa mandiri dari target 2000 desa mandiri. Jadi banyak hal yang sudah terentaskan. Tapi masih ada desa tertinggal, masih ada desa belum mandiri, tapi kalau ini kita lanjutkan mudah2n di akhir tahun 2024 sudah tidak ada lagi desa tertinggal di Indonesia.